Contributors

Don't miss

Thursday, April 8, 2010

Hukuman Mati buat Koruptor


By on 4/08/2010 11:08:00 AM


Kasus Gayus mendorong wacana agar koruptor dihukum mati. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Patrialis Akbar, setuju jika mereka dihajar dengan hukuman yang lebih berat dan keras. Hakim, menurut dia, harus berani menerapkan hukuman mati karena sudah diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Korupsi.

Pasal 2 ayat (2) undang-undang itu mengatur, pidana mati dapat dijatuhkan dalam keadaan tertentu. Yakni jika tindak pidana itu dilakukan terhadap dana penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, serta pengulangan tindak pidana korupsi.

Kejaksaan, menurut Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Didiek Darmanto, mau saja menuntut hukuman mati koruptor sepanjang sesuai dengan undang-undang. Tapi ia mempertanyakan, apakah pengadilan akan memutuskan hukuman mati.

Pidana mati juga tidak mudah dijatuhkan. Sekalipun sudah berkekuatan hukum tetap, vonis mati tidak berarti harus dilaksanakan. "Kalau sudah final, kami kirim kepada presiden melalui Sesneg. Itu tidak bisa dilaksanakan sebelum mendapat pertimbangan hukum dari Mahkamah Agung," ujar Didiek.

Terdakwa juga diberi beban pembuktian terbalik. Pembuktian biasa mengharuskan jaksa membuktikan kesalahan terdakwa di pengadilan. Sedangkan pada pembuktian terbalik, terdakwa yang harus membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Sebagaimana diatur dalam Pasal 37, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi mengenal pembuktian terbalik secara terbatas dan berimbang.

Jadi, sekalipun terdakwa melakukan pembuktian terbalik, penuntut umum tetap berkewajiban membuktikan dakwaannya. Masalahnya, ketentuan ini sulit ditemukan dalam praktek karena tidak ada hukum acaranya.

Ketua DPR Marzuki Alie menyatakan, terkuaknya mafia pajak itu menjadi bukti bahwa reformasi birokrasi belum dapat ditegakkan.

"Indikasi penyelewengan di berbagai institusi, termasuk institusi penegak hukum, tidak menyusut, tetapi justru meningkat," ujar anggota Fraksi Partai Demokrat itu dalam sidang paripurna pembukaan masa persidangan III tahun sidang 2009-2010.

Marzuki juga menilai, dalam praktek di lapangan, remunerasi sebagai konsekuensi reformasi birokrasi kacau dan tidak sesuai dengan harapan. Kegagalan itu, kata dia, tidak hanya merugikan negara trilyunan rupiah dalam sengketa pengadilan pajak. Para wajib pajak pun menjadi objek pemerasan oknum petugas pajak.

Sementara itu, Firmansyah, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, berpendapat bahwa tanpa kontrol yang jelas, remunerasi tidak akan efektif dan berjalan maksimal. "Kontrol dan pengawasan inilah yang harus diperkuat," katanya.

Lagi pula, menurut dia, korupsi bukan cuma soal gaji rendah. "Di situ juga ada kesempatan, godaan, maupun mental personel yang bersangkutan," ia menambahkan. Tanpa adanya pembenahan sistem dan budaya birokrat yang masih melekat, menurut dia, berapa pun tingginya gaji pegawai negeri sipil tidak akan menjamin bebas korupsi.

Bagi Hikmahanto, negara justru zalim terhadap pegawainya bila tidak melakukan remunerasi. Alasannya, orang-orang seperti Gayus akan ada sampai akhir zaman. "Meskipun Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana melarang pembunuhan, pembunuhan tetap ada," ia memberi amsal. Sebab, menurut guru besar ilmu hukum itu, korupsi bisa terjadi bila seseorang punya kedudukan atau wewenang sekaligus niat jahat.

Maka, untuk menutup peluang korupsi, menurut Hikmahanto, pengawasan harus diperkuat, dilakukan secara berlapis dan berjenjang. Selain itu, tembok-tembok yang membatasi pengawasan, seperti larangan eksaminasi argumentasi Direktorat Jenderal Pajak di pengadilan pajak, juga harus didobrak. Ia pun menilai kewajiban menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara bagi aparat pajak sebagai langkah awal asas pembuktian terbalik. "Nanti kelihatan, hartanya wajar atau tidak," ujarnya. [GATRA printed edition]

Quotes from 12 Imams

Mencintai keindahan adalah fitrah. Sampaikan keindahan Ahlul Bait dan keindahan ajaran mereka dengan cara yang indah. "Kalau manusia mendengar keindahan ucapan-ucapan kami, niscaya mereka akan mengikuti kami" (Imam Ridha as).

0 comments:

Post a Comment