Contributors

Don't miss

Monday, May 11, 2015

Riwayat Singkat Imam Ali Zainal Abidin as.


By on 5/11/2015 09:57:00 AM

Nama                           : Ali
Gelar                           : Ali Zaibal Abidin 
Panggilan                    : Abu Muhammad
Ayah                           : Husein bin Ali
Ibu                               : Syah Zanon
Kelahiran                    : Madinah, 5 Sya’ban 38 H
Masa Imamah              : 10 Tahun
Usia                             : 57 Tahun
Wafat                           : 25 Muharram 95 H

Makam                    : Pemakaman Baqi, Madinah

Hari Lahir

Pada masa pemerintahan khalifah kedua, Umar bin Khattab, kaum muslimin berhasil menaklukkan negeri Persia  (Iran). Atas kemenangan ini, lasykar Islam memboyong tawanan-tawanan perang ke Madinah Al-Munawwarah, termasuk di antara mereka putri  Yazdijard, raja Kisra Persia .
Tatkala kaum muslimin berkumpul di masjid,  Khalifah Umar bermaksud menjual putri raja tersebut. Namun,  Imam Ali as. memberi isyarat agar ia tidak melakukan hal itu, mengingat bahwa putri-putri raja tidak diperjualbelikan, sekalipun mereka itu kafir. Lalu beliau mengatakan, "Biarkan dia memilih seorang laki-laki untuk menjadi suaminya. Dan siapa saja yang dipilihnya, maka kawinlah dengannya!".
Sang putri raja itu menjatuhkan pilihannya kepada junjungan kita Imam Husein bin Ali as. sebagai pasangan hidupnya.   Amirul Mukminin Ali as. berwasiat kepada anaknya agar memperlakukannya dengan baik dan santun.
Beliau  mengatakan, "Wahai  Aba Abdillah (Husein), ketahuilah bahwa  dia kelak akan melahirkan sebaik-baik penduduk dunia".
Ya, dari rahim wanita bangsawan inilah putra pertama Imam  Husein yang bernama Ali itu lahir. Pernah sang ayah memanggilnya dengan nama Ibn Khairatain (anak dari dua kebaikan), karena dalam nadinya mengalir darah dari dua bangsa; Arab Quraisy  Bani Hasyim dan Ajam Persia.
     
Perangai Imam Ali Zainal Abidin as.
Farazdaq, seorang pujangga Arab tersohor pernah melukiskan Imam Ali Zainal Abidin as. Dia lekali yang tampan. Dari tubuhnya menebar bau harum segar. Pada dahinya terdapat bekas sujud. Karenanya, orang-orang mengenal beliau dengan gelar  As-Sajjad  (yang banyak bersujud).
Putra beliau, Imam Muhammad Al-Baqir as. pernah bercerita, "Sesungguhnya ayahku Ali bin Husein as,  apabila tiba musim dingin, dia menyedekahkan pakaiannya kepada faqir-miskin, begitu pula jika datang musim panas, beliau  melakukan hal yang sama".
Masyhur bahwa Imam Ali Zainal Abidin as. senantiasa mencuci dan memakai sebaik-baik pakaian ketika hendak melakukan salat, serta menaburkan wewangian. Orang-orang seringkali menjumpainya memanjatkan doa, munajat, dan menangis.
Salah seorang sahabat beliau bernama Tawus Al-Yamani menuturkan, “Aku melihat seorang laki-laki sedang melakukan salat di Masjid Haram.  Di  samping Ka'bah ia berdoa sembari menangis. Kuhampiri ketika ia telah menyelesaikan salatnya, ternyata dia Ali bin Husein as. 
Aku menyapa, “Wahai putra Rasulullah, kulihat Anda menangis, bukankah Anda putra Rasul Allah?!"
Beliau menjawab, “Meskipun aku putra Rasul Allah, namun apakah dia akan menjamin keselamatanku dari azab Allah, sedangkan Allah telah berfirman, 'Ketika itu tidak ada lagi ikatan keluarga antara mereka'.
"Sesungguhnya Allah menciptakan surga bagi siapa  saja yang berbakti kepada-Nya dan berbuat baik, sekalipun dia itu seorang hamba Habasyi (berkulit hitam), dan menciptakan neraka bagi siapa saja yang bermaksiat kepada-Nya dan berbuat buruk, sekalipun dia itu seorang tuan dari Quraisy".
Imam Ali Zainal Abidin as. telah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah sebanyak 20 kali dengan berjalan kaki.
Kepada para sahabatnya beliau berwasiat supaya  menunaikan amanat dan berkata, “Demi Dia yang  telah mengutus Muhammad  di atas kebenaran! Seandainya pembunuh Husein as. mengamanatkan kepadaku sebilah pedang yang telah digunakannya untuk memenggal beliau, sungguh akan  kuserahkan kembali kepadanya".
Imam Ali Zainal Abidin juga mewasiatkan  kepada mereka agar berusaha memenuhi kebutuhan orang lain. “Sesungguhnya Allah swt. mempunyai hamba yang bekerja guna memenuhi hajat manusia, merekalah yang  beriman pada Hari Kiamat, maka barangsiapa yang membenamkan kegembiraan ke dalam hati seorang mukmin, kelak Allah swt. membahagiakan hatinya pada Hari Kiamat".
Pada suatu hari, Imam Ali Zainal Abidin as. pernah duduk bersama sebagian sahabatnya. Tiba-tiba datang seorang lelaki dari keturunan bibinya, lantas mencaci makinya dan melontarkan kata-kata kasar. Beliau tidak menjawab sampai lelaki itu menghentikan kata-katanya dan pergi.
Kemudian Imam berkata kepada sahabat- sahabatnya,  “Kalian dengar apa yang dikatakan lelaki tadi, saya lebih suka kalian bersamaku hingga mendengarkan jawabanku padanya. Lalu mereka berdiri bersama Imam dan mengira bahwa Imam akan membalas dengan perbuatan yang serupa.
Imam mengetuk pintu orang tersebut. Lelaki  itu pun keluar dengan penuh hati-hati dan kesiagaan. Sementara itu, Imam  berkata dengan santun, “Wahai saudaraku, sungguh telah kau katakan sesuatu padaku, seandainya benar apa yang kau katakan, aku memohon ampunan kepada Allah, namun jika semua itu tidak benar, semoga Allah  memberikan ampunan kepadamu".
Lelaki itu terpengaruh akan budi bahasa beliau. Seketika itu pula  ia menyesali perbuatannya, dan Imam mengabulkan permohonan maafnya.
Pada kesempatan lain, Imam Ali zainal Abidin menjenguk Muhammad bin Usamah bin Zaid yang sedang jatuh sakit. Melihat Muhammad menangis, Imam  bertanya, “Gerangan apa yang membuatmu menangis?
Muhammad menjawab, “Aku dililit hutang".
"Berapa jumlah hutangmu?", tanya Imam.
"15.000 Dinar", jawab Muhammad.
Imam berkata, “Serahkan kepadaku",   lalu beliau melunasi hutang tersebut.
Di tengah malam yang sunyi, Imam Ali Zainal Abidin as. keluar kota sambil memikul sejumlah uang dan makanan untuk dibagikan kepada seratus kepala keluarga fakir, sementara mereka tidak mengetahui identitas beliau.
Ketika Imam as. meninggal syahid, mereka benar-benar  merasakan kehilangan seorang lelaki. Barulah mereka sadar, ternyata orang yang selama ini membagi-bagikan uang dan makanan kepada itu  adalah Ali Zainal Abidin as.

Di Karbala
Imam Ali Zainal Abidin as. ikut bersama ayahnya Imam Husein as. dalam perjalanannya dari Madinah ke Mekkah dan dari Mekkah ke Karbala, hingga terjadi tragedi pembantaian yang memilukan itu di sana.
Ketika itu, beliau sedang sakit keras. Setelah menyaksikan  ayahnya tinggal sendirian, Dia memaksakan dirinya bangkit dari pembaringannya untuk terjun ke dalam peperangan, akan tetapi Imam Husein berkata kepada saudarinya Zainab: “Tahanlah dia agar keturunan keluarga Rasulullah saw. tidak terputus".
Sesungguhnya sakit yang menimpa Imam as. pada hari-hari itu adalah  kemurahan Allah swt., agar keturunan Rasulullah tetap berlanjut, dan kejahatan serta kebiadaban Yazid tersingkap.

Menjadi Tawanan
Segera setelah Imam Husein as. syahid, tentara Ibnu Ziyad menyerang kemah-kemah dan hendak membunuh Imam Ali Zainal Abidin as. yang ketika itu berumur 23 tahun, akan tetapi sang bibi Zainab berdiri menghadang mereka dengan penuh keberanian dan berkata, “Jika kalian hendak membunuhnya,  maka bunuhlah aku terlebih dahulu". Akhirnya, mereka mengurungkan niat jahat itu, dan merantai tangan Imam serta menggiringnya ke Kufah bersama dengan tawanan lain.
Tatkala mereka beristirahat, Zainab dan Imam as. serta para tawanan lainnya dengan penuh keberanian membukakan kekejaman Yazid, Ubaidillah Ibnu Ziyad,  dan penghianatan warga Kufah yang hina.
Ketika rombongan tawanan itu tiba di Kufah, masyarakat berkerumun di sekitar mereka. Dalam rangka menunjukkan penentangan, Imam Ali Zainal Abidin as. memilih diam sambil menperlihatkan kondisi dirinya yang dirantai, sedangkan darah mengalir dari sikunya.
Di tengah mereka beliau berpidato, “Ayyuhannas, Barangsiapa mengenal aku, maka dia telah mengenal aku, dan barangsiapa yang tidak mengenalku, maka ketahuilah aku  adalah Ali bin Husein bin Abi Thalib.
"Aku adalah anak yang diinjak kehormatannya, dirampas haknya, dirampok hartanya, dan ditawan keluarganya. Aku adalah anak yang ayahnya disembelih di Sungai Furat. Aku adalah anak yang ayahnya dibunuh dalam keadaan sabar, dan cukuplah itu sebagai kebanggaan.
"Ayyuhannas, bersumpahlah demi Allah! Masihkah kalian ingat bagaimana kalian telah melayangkan surat dan undangan kepada ayahku lantas kalian sendiri mengkhianatinya. Kalian telah memberikan janji untuk berbaiat lalu kalian membunuhnya.
"Sungguh,  celakalah kalian karena perbuatan kalian sendiri! Bagaimana kalian akan berhadapan dengan datukku Rasulullah kelak? Tatkala dia berbicara, 'Kalian bunuh keluargaku, kalian hancurkan kehormatanku, sungguh kalian tidak termasuk umatku".

Di Istana Ubaidillah
Ubaidillah Ibnu Ziyad memerintahkan agar para tawanan diseret menghadapnya. Ia ingin sekali melihat garis-garis kehinaan di raut wajah mereka. Tiba-tiba ia terperanjat. Pandangannya tertusuk tatapan-tatapan mereka yang semua malah menghinakan dirinya,  padahal mereka dikelilingi oleh para algojo istana.
Ibnu Ziyad menoleh ke Imam Ali Zainal Abidin as. dan berkata, “Siapa namamu?”
Imam menjawab, "Aku Ali bin Husein".
Ibnu Ziyad berkata lagi dengan bengis: "Bukankah Allah telah membinasakan Ali?”
Imam menjawab dengan tegas, “Aku pernah punya kakak bernama Ali yang telah dibunuh oleh segerombol manusia".
Ibnu Ziyad dengan jengkel menukas, "Allahlah yang telah membunuhnya!"
Imam tanpa rasa gentar membalas, "Allah mematikan jiwa ketika tiba ajalnya, karena setiap jiwa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah".
Ibnu Ziyad semakin berang, lalu memerintahkan untuk membunuh Imam as. Pada saat itulah sang bibi Zainab bangkit dan berkata lantang, "Hai Ibnu Ziyad! Apakah kau belum puas menumpahkan darah kami, apakah kau tidak membiarkan salah seorang hidup dari kami? Jika kau hendak membunuhnya, maka biarkanlah aku menyertainya".
Ibnu Ziyad semakin gentar tatkala Imam Ali Zaibal Abidin mengatakan: "Tidakkah kau tahu bahwa perang adalah kebiasaan kami, dan mati syahid adalah kemuliaan kami dari  Allah".
Akhirnya, Ibnu Ziyad mengurungkan niatnya dan mengirimkan para tawanan itu ke Syam.

Di Syam (Syiria)       
Rombongan tawanan itu tiba di negeri Syam diiringi dengan tangisan pilu menyayat hati, sementara Imam Ali Zaibal Abidin as. masih dirantai besi.
Yazid bin Muawiyah memerintahkan  untuk menghiasai kota Damaskus sebagai tanda syukur dan puas atas terbunuhnya Imam Husein as. Ia  telah menipu warga kota dengan menyebarkan berita bohong dan citra buruk tentang anak keturunan Ali bin Abi Thalib as.
Sesampainya rombongan tawanan di Damaskus, seorang lelaki tua mendatangi Imam Ali Zainal Abidin as. dan berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah membinasakanmu dan memenangkan pemimpin kami".
Imam  as. sadar bahwa sesungguhnya lelaki tua itu tidak tahu kenyataan yang sebenarnya. Kepadanya beliau bertanya lembut, "Wahai bapak tua!  Apakah engkau membaca Al-Qur'an?"
Lelaki tua itu menjawab,  "Iya".
Imam bertanya lagi, "Apakah engkau membaca firman Allah, 'Katakanlah (Muhammad), Aku tidak meminta balasan dari kalian kecuali kecintaan (mawaddah) kalian kepada keluargaku'.   Dan firman Allah, 'penuhilah hak keluarga (Rasul), serta firman Allah, "Dan ketahuilah, sesungguhnya pada rampasan perang kalian terdapat seperlima hak Allah swt, rasul-Nya dan keluarganya".  
"Iya", jawab  lelaki tua itu, "saya telah membaca ayat-ayat itu".
Lalu Imam as. berkata, "Demi Allah, kamilah  keluarga Nabi yang disebutkan dalam ayat-ayat tersebut".
Imam melanjutkan  pertanyaannya, "Apakah engkau membaca  firman Allah, "Sesungguhnya Allah ingin menghilangkan kekotoran  (rijz) dari kalian hai Ahlul Bait, dan mensucikan kalian sesuci-sucinya ".
Lelaki tua itu menjawab, "Iya".
Imam berkata, "Kamilah Ahlul Bait, wahai bapak tua".
Dengan penuh keheranan, lelaki tua bertanya, "Demi Allah, benarkah kalian Ahlul Bait?
Imam menjawab, "Ya, demi kebenaran datuk kami, Rasulullah, kamilah yang dimaksudkan dalam ayat itu".
Lelaki tua itu akhirnya menerima perkataan Imam. Ia berkata, "Aku berlepas diri kepada Allah dari orang-orang yang telah memerangi kalian".
Ketika berita itu sampai ke telinga Yazid, segera ia memerintahkan algojonya untuk memenggal leher lelaki tua itu.

Di Hadapan Yazid
Yazid memerintahkan agar para tawanan dihadapkan kepadanya dalam keadaan terikat. Sungguh keadaan mereka amat memilukan.
Imam Ali Zaibal Abidin as. berkata, "Apa yang akan kau katakan hai Yazid kepada Rasulullah sementara keturunannya dalam keadaan seperti ini?!"
Mendengar itu, orang yang hadir dalam ruangan menangis, mereka tak kuasa lagi menahan air mata.
Atas perintah Yazid, salah seorang orator naik  mimbar dan mulai mencaci maki dua cucunda Nabi; Hasan dan Husein,  dan sebaliknya memuji-muji Muawiyah dan Yazid. Imam as. memandangnya dan berkata dengan nada keras, "Celakalah kamu hai orang yang berbicara, kau telah mencari kesenangan makhluk dengan kemurkaan Allah, maka kau telah memilih tempatmu di neraka".
Kemudian Imam as. berpaling ke  arah Yazid dan berkata, "Apakah engkau mengizinkan aku naik ke mimbar ini, akan kukatakan kalimat yang mengandung keridhaan Allah dan menebarkan pahala kepada hadirin di sini?"
Yazid menolaknya dan bergumam, "Jikalau dia naik mimbar, dia tidak akan turun kecuali setelah membeberkan kekejamanku serta kejahatan keluarga Abu Sufyan".
Setelah didesak oleh hadirin, akhirnya Yazid mengizinkan Imam untuk berpidato.
Lalu Imam Ali Zainal Abidin as. naik mimbar. Setelah memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah swt, beliau berkata, "Ayyuhannas,  kami telah diberi enam perkara dan diunggulkan dengan tujuh perkara; kami diberi ilmu pengetahuan, kesantunan, kedermawanan, kefasihan bicara, keberanian, dan kecintaan di hati-hati kaum  mukmin.
"Kami telah diunggulkan karena di antara kami terdapat Nabi yang termulia, Ali As-siddiq yang tepercaya, Ja'far At-Thayyar yang terbang, pada kamilah Singa Allah dan Singa Rasul-Nya, pada kamilah penghulu segenap kaum wanita, dan pada kami pulalah dua cucu mulia umat ini.
"Ayyuhannas, barangsiapa mengenalku maka sungguh dia telah mengenalku, dan barangsiapa tidak mengenalku akan kuperkenalkan asal-usul keturunanku.
"Aku adalah anak laki-laki dari Makkah dan Mina (Nabi Ibrahim as.),  aku adalah anak laki-laki air sumur Zamzam dan Shafa (Nabi Ismail as.),  aku adalah anak laki-laki yang diisra-mi'rajkan dari Masjid Haram ke Masjid Aqsa, aku adalah anak laki-laki yang ditemani Malaikat Jibril  ke Sidratul Muntaha (Nabi Muhammad Saw), aku anak laki-laki orang yang dekat dan didekatkan sehingga berada di antara dua sisi atau lebih dekat lagi',  aku adalah anak laki-laki Muhammad Al-Mustafa, aku adalah anak laki-laki dari Al-Murtadha".
Mulailah Imam Ali Zainal Abidin as. menyebutkan silsilah keturunannya yang suci, sampai menjelaskan tragedi pembantaian di Karbala secara rinci. Para hadirin terkejut menyimak kenyataan yang sebenarnya terjadi sehingga ruangan  itu bergemuruh dengan isak tangis mereka.
Yazid khawatir  akan terjadi perubahan yang merugikan dirinya. Segera dia memberi isyarat kepada muadzin untuk mengumandangkan azan guna memotong pembicaraan Imam as.
Muadzin mengumandangkan, "Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah".
 Imam lalu berkata dengan khusyuk, "Aku bersaksi dengan darah dan dagingku".
Ketika muadzin mengumandangkan, "Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah".
Imam as. menoleh ke Yazid dan berkata kepadanya, "Muhammad ini, apakah kakekku atau kakekmu?" Jika kau katakan bahwa dia adalah kakekmu, maka engkau telah berdusta, tetapi jika kau mengakuinya sebagai kakekku, lalu mengapa engkau membunuh keturunannya?".
Ternyata, dialog antara Imam Ali Zainal Abidin as. dan Yazid itu menciptakan perubahan besar di tengah masyarakat, bahkan ada sebagian dari mereka yang meninggalkan masjid sebagai cara penentangan mereka terhadap kekejaman pemerintahan  Yazid.
Lagi-lagi Yazid kuatir keadaan kota Syam akan bergejolak dan menentangnya. Secepat mungkin ia memerintahkan agar para tawanan dikembalikan ke Madinah.
Kaum muslimin menyesal atas sikap acuh mereka terhadap Imam Husein as. ketika mereka melihat kezaliman dan kejahatan Yazid terus berlangsung.
Tak lama kemudian, Yazid mengirimkan pasukan untuk menyerang Madinah Al-Munawwarah. Selama tiga hari dia membolehkan setiap rajuritnya di sana melakukan pembunuhan, penjarahan, dan perampasan kehormatan  wanita selama tiga  hari.
Belum puas memperlakukan Madinah dan warganya, Yazid memerintahkan pasukan untuk mengepung kota Mekkah dan menghancurkan Ka’bah dengan lemparan batu dan membakar bagian dalamnya.
Sementara pasukan menghujani Ka’bah dengan batu, Allah membalas perbuatan biadab Yazid hingga mati secara mengenaskan.
Kematian Yazid membuat kedudukan khilafah beralih kepada anaknya yang bernama Muawiyah. Namun, Muawiyah sendiri menolak kedudukan itu, sebab ia menyadari betapa kezaliman yang telah dilakukan ayah dan kakeknya. Ia tahu benar ahwa mereka berdua telah merampas hak kekhilafahan dari pemiliknya yang sah.
Dalam keadaan demikian, Marwan bin Hakam mengangkat dirinya sendiri sebagai khalifah, lalu warga Syam membaiatnya.
Sementara di Hijaz, Abdullah bin Zubair memproklamirkan  kekhalifahannya. Di sana ia senantiasa menjaga Ka’bah.
Pada tahun 73 H, anak Marwan yang bernama Abdul Malik bersama pasukan besarnya bergerak menuju Makkah dan mengepungnya. Seperti yang sudah dilakukan oleh Yazid, ia pun menghancurkan Ka’bah dengan lemparan batu dan berhasil membunuh Abdullah bin Zubair.
Dalam usaha melanggengkan pemerintahan, tak segan-segan Abdul Malik menggunakan ancaman dan tekanan terhadap siapa saja yang menentangnya.
Ia mengangkat seorang lelaki, yang paling banyak menumpahkan darah, sebagai gubernurnya di  Basrah dan Kufah, yaitu Hajjaj bin Yusuf As-Tsaqofi. Gubernur ini banyak membuat ladang penjagalan untuk nyawa-nyawa yang tak berdosa, serta mengisi penjara-penjara dengan kaum laki-laki dan bahkan perempuan.
Secara khusus, Abdul Malik melakukan pengawasan ketat terhadap Imam Ali Zainal Abidin as. Mata-mata selalu mengintai setiap gerak-gerik beliau.
Sampai akhirnya, dia memerintahkan  untuk menangkap Imam as, dan mengirimkan beliau ke pusat kekuasaannya  di Syam. Selang beberapa waktu, Abdul Malik membebaskan beliau.


Imam Ali Zainal Abidin as. dan Hisyam
Abdul Malik meninggal setelah menyerahkan tahta kekhalifahannya kepada Hisyam. Pada suatu hari, Hisyam menunaikan ibadah haji dan tawaf di sekitar Ka’bah. Di sana dia bermaksud untuk mencium Hajar Aswad, namun tidak berhasil karena banyaknya para jemaah haji yang bersesakan.
Kemudian, Hisyam duduk beristirahat sambil  menunggu kesempatan, sementara warga Syam berkerumun di sekitarnya. Tiba-tiba datanglah Imam Ali Zainal Abidin as.  menebarkan bau harum semerbak, lalu tawaf di sekeliling Ka'bah.
Tatkala Imam as. sampai di hadapan Hajar Aswad,  orang-orang berhenti dengan penuh hormat dan membukakan jalan untuk beliau, sehingga beliau dapat dengan mudah mencium batu hitam itu.  Selekas itu, orang-orang kembali melanjutkan tawaf mereka.
Warga Syam yang tidak mengenal Imam as,  ketika menyaksikan peristiwa tersebut, mereka bertanya-tanya kepada Hisyam tentang siapa gerangan laki-laki tersebut. Dengan berlagak bodoh bercampur rasa kesal, ia  menjawab, "Aku tidak mengenalnya".
Farazdaq, penyair yang berada di tengah mereka, tak lagi kuasa menahan rasa hormatnya. Spontan ia melantunkan bait-bait syair yang begitu indah, sebagai jawaban atas ketidaktahuan orang-orang Syam tersebut.

Dialah lelaki yang dikenal Makkah  tapak kakinya
Dikenal Ka'bah, di dalam dan dan di luar tanah Haram
Dialah putra sebaik-baiknya hamba di antara semua hamba Allah
Dialah manusia yang bertakwa, tersuci,  dan terkemuka
Dialah putra Fatimah jika kau tak lagi kenal
Kakeknya adalah penutup segenap nabi Allah.

Imam Ali Zainal Abidin as. mengirimkan hadiah kepada Farazdaq sebagai penghargaan atas sikap yang ditunjukkannya dalam bait-bait itu. Ia pun menerima hadiah tersebut dengan berharap mendapatkan berkah darinya.

Shahifah Sajjadiyyah
Sekilas, Shahifah Sajjadiyyah adalah sebuah buku kecil kumpulan doa-doa. Tetapi justru buku kecil itulah telah menjadi sumber pengetahuan dan yang mengajarkan akhlak luhur dan budi pekerti kepada umat manusia. Di samping itu, buku itu  mengandung pembahasan Filsafat, Sains, dan persoalan-persoalan Matematika, bahkan juga masalah-masalah politik. 
Berikut ini adalah beberapa contoh dari doa-doa beliau yang tercatat di dalam Shahifah Sajjadiyyah:

·         "Ilahi, aku sungguh berlindung kepada-Mu dari kemalasan, kekecutan, kekikiran, kekhilafan, kekerasan hati dan keterhinaan".
·         "Maha Suci Engkau yang mendengar setiap nafas ikan di dasar laut,  Maha Suci Engkau yang mengetahui peredaran purnama dan mentari, Maha Suci Engkau yang mengetahui pergantian kegelapan (malam) dan cahaya (siang), Maha Suci Engkau... sungguh aneh orang yang mengenal-Mu, bagaimana mungkin mereka  tidak takut kepada-Mu".
Selain doa-doa di dalam Shahifah Sajjadiyyah, Imam Ali Zainal Abidin as. juga mempunyai doa khusus setiap hari, doa harian dalam seminggu, dan 15 munajat, dengan irama kata dan kalimat yang indah nan syahdu. Semua itu menunjukkan budi pekerti yang agung dan ketundukkan jiwa Imam as. di hadapan Allah swt.

Risalah Huquq
Imam Ali Zainal Abidin as. mempunyai sebuah risalah yang terkenal dengan nama Risalah Huquq (Risalah Hak dan Tanggung Jawab). Risalah itu mencakup  50 perkara berkenaan dengan tanggung jawab manusia terhadap Tuhan, dirinya, tetangga, dan teman-teman.
Tentang hak-hak seorang guru beliau mengatakan, "Di antara hak guru yang harus kau penuhi yaitu memuliakannya, menghormati kelasnya, dan menyimak pelajarannya dengan seksama... Janganlah engkau mengeraskan suaramu di hadapannya. Sembunyikanlah segala kekurangannya dan perlihatkanlah segenap kelebihannya".
Berkenaan dengan hak-hak seorang ibu, Imam as. mengingatkan, "Adapun hak ibumu, ketahuilah  bahwa dia telah mengandungmu, memberimu makan dari buah hatinya (air susunya), dia lebih senang melihatmu kenyang sementara dia menahan lapar, dia memberimu pakaian sementara dia telanjang, dia memberi minum sementara dia dahaga, menidurkanmu nyenyak di haribaannya".
Tentang hak-hak tetangga, Imam as. menuturkan, "Di antara hak-hak tetanggamu yaitu menjaganya ketika ia tidak terlihat, dan memuliakannya ketika ia berada di sisimu... Janganlah merasa iri, mengingatkan ketika tergelincir, serta memaafkan kesalahannya".
Tentang hak-hak kafir zimmi (orang kafir yang mengikat perjanjian dengan kaum muslimin  dan hidup di negara Islam), Imam Ali Zainal Abidin as. menjelaskan, "Maka hukum bagi kaum kafir ialah  menerima dari mereka apa-apa yang direstui Allah, dan cukuplah bagi mereka jaminan dan perjanjian yang telah Allah tetapkan untuk mereka. Sesungguhnya Rasulullah telah bersabda, 'Barangsiapa yang menyalahi janji, aku akan menjadi musuhnya, maka takutlah kepada Allah, jagalah mereka!".

Hari Kesyahidan
Pada  25 Muharram 95 H, Imam Ali Zainal Abidin as. meninggal dunia sebagai syahid, tak lama setelah Hisyam bin Abdul Malik membubuhkan racun ke dalam makanan beliau. Imam as. wafat pada usia 57 tahun dan dimakamkan di Baqi, di samping makam pamannya Imam Hasan bin Ali as.
Mutiara Hadis Imam Ali Zainal Abidin as.

·         "Wahai anakku! Waspadalah terhadap lima macam manusia, dan janganlah kau bersahabat dan seperjalanan dengan mereka:
"Jauhilah bersahabat dengan pendusta karena dia seperti fatamorgana mendekatkan orang yang jauh dari engkau dan menjauhkan orang dekatmu.
"Jauhilah bersahabat dengan orang fasik karena dia akan menjualmu dengan sesuap nasi atau selainnya.
"Jauhilah bersahabat dengan orang kikir karena dia akan membiarkanmu ketika engkau membutuhkannya.
Jauhilah bersahabat dengan orang dungu (tolol) karena dia hanya ingin memanfaatkanmu dan mencelakakanmu.
"Dan jauhilah bersahabat dengan orang yang suka memutuskan silaturahmi, karena aku mendapatinya terlaknat di kitab Allah.

·         Dalam pesannya kepada sang putra Imam Muhammad Al-Baqir as., Imam Ali Zainal Abidin as. mengatakan, "Berbuat baiklah kepada setiap orang yang menuntut kebaikan. Jika ia adalah orang yang berhak menerima kebaikanmu, maka engkau telah melakukan hal yang semestinya, tapi jika ia tidak berhak menerima kebaikanmu, maka engkau sungguh telah berhak mendapatkan kebaikan.
"Jika seseorang mencacimu dari sebelah kanan dan beralih ke sebelah kiri, lalu meminta maafmu, maka terimalah permintaannya".

Quotes from 12 Imams

Mencintai keindahan adalah fitrah. Sampaikan keindahan Ahlul Bait dan keindahan ajaran mereka dengan cara yang indah. "Kalau manusia mendengar keindahan ucapan-ucapan kami, niscaya mereka akan mengikuti kami" (Imam Ridha as).

0 comments:

Post a Comment