Contributors

Don't miss

Saturday, May 2, 2015

Riwayat Singkat Nabi Muhammad saw.


By on 5/02/2015 04:24:00 PM

Nama               : Muhammad
Ayah               : Abdullah bin Abdul Muthalib
Ibu                   : Aminah binti Wahab
Kelahiran         : Makkah, Sabtu 17  Rabiul Awal,Tahun Gajah
Wafat               : Senin, 28 Safar 11 H

Makam            : Madinah Al-Munawwarah

Bangsa Quraisy
Bangsa Quraisy dipandang sebagai salah satu bangsa yang dihormati dan disegani di antara bangsa-bangsa yang ada di semenanjung Arabia. Quraisy sendiri terbagi ke dalam berbagai suku. Bani Hasyim adalah salah satu suku terhormat di antara suku-suku yang ada. Qushai bin Kilab adalah nenek moyang mereka yang bertugas sebagai penjaga Ka'bah.
Di tengah warga Makkah, Hasyim dikenal sebagai orang yang mulia, bijaksana dan terhormat. Ia banyak membantu mereka, memulai perniagaan pada musim dingin dan musim panas supaya mereka mendapatkan penghidupan yang layak. Atas jasa-jasanya, warga kota memberinya julukan "sayyid" (tuan). Julukan ini secara turun-temurun disandang oleh anak keturunan Hasyim.
Setelah Hasyim, kepemimpinan bangsa Quraisy dipercayakan kepada anaknya yang bernama Muthalib, kemudian dilanjutkan oleh Abdul Muthalib.
Abdul Muthalib adalah seorang yang berwibawa. Pada masanya, Abrahah Al-Habasyi menyerbu Makkah untuk menghancurkan Ka'bah. Namun berkat pertolongan Allah swt., Abrahah dan pasukan gajahnya mengalami kekalahan. Tahun penyerbuan itu kemudian dikenal dengan nama Tahun Gajah. Dan sejak peristiwa itu, nama Abdul Muthalib pun semakin terpandang di kalangan kabilah Arab.
Abdul Muthalib mempunyai beberapa anak. Di antara mereka, Abdullah-lah anak yang paling soleh dan paling dicintainya. Pada usia 24 tahun, Abdullah menikah dengan perempuan mulia bernama Aminah.
Dua bulan setelah Tahun Gajah, Aminah melahirkan seorang anak. Ia memberinya nama Muhammad. Sebelum kelahiran Muhammad, ayahnya Abdullah meninggal dunia. Tak lama  setelah melahirkan, sang ibu pun menyusul suaminya kembali ke alam baka.  Maka, sejak awal  kelahiran, Muhammad sudah menjalani hidupnya sebagai anak yatim.
Setelah ditinggalkan oleh kedua orang tua yang tercinta, Muhammad diasuh oleh sang kakek, Abdul Muthalib. Berkat anugerah dan rahmat  Allah swt., Muhammad tumbuh menjadi dewasa dengan kesucian jiwa yang terpelihara.
Warga kota Makkah begitu mencintai Muhammad, bahkan  merelakan barang-barang mereka di bawah pengawasannya. Atas kejujuran dan sifat amanah yang ditunjukkannya, mereka memberinya gelar "Al-Amin", yakni orang yang tepercaya.
Dengan bekal iman yang teguh, Muhammad membantu orang-orang fakir, membela orang-orang yang tertindas, membagikan makanannya kepada orang-orang yang lapar, mendengarkan keluhan-keluhan mereka, dan berusaha memberikan jalan keluar atas masalah-masalah yang mereka hadapi.
Ketika beberapa orang pemuda menggalang sebuah gerakan yang dikenal dengan nama "Sumpah Pemuda" (Hilful Fudhul), segera Muhammad pun bergabung bersama mereka, karena gerakan itu sejalan dengan perilaku luhur dan tujuannya.
Pada suatu waktu, Abu Thalib, paman Muhammad, menganjurkannya untuk ikut berniaga dengan kafilah dagang Khadijah, seorang wanita Makkah yang kaya dan terhormat. Kemudian, Muhammad pun ditunjuk untuk memimpin kafilah dagang tersebut.
Selama bergabung dalam kafilah dagangnya, Khadijah menyaksikan dari dekat kejujuran, keteguhan, dan keutamaan perilaku  Muhammad. Tak segan lagi Khadijah melamarnya. Muhammad menerima lamaran itu. Dan tak lama kemudian, mereka pun melangsungkan pernikahan.
Dari perhikahan itu, mereka dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama Fatimah, yang dari keturunannya lahirlah manusia-manusia suci.

Hajar Aswad (Batu Hitam)
Sepuluh tahun setelah pernikahan itu, banjir besar melanda kota Makkah yang merusak sebagian besar bangunan Ka'bah. Warga kota bermaksud untuk memperbaikinya.
Untuk mencegah pertikaian yang bakal terjadi, perbaikan itu dilakukan oleh berbagai suku yang ada di kota secara gotong royong. Namun, tatkala perbaikan telah selesai, tibalah saatnya untuk meletakkan Hajar Aswad. Ketika itu, masing-masing bangsa mengaku paling berhak untuk meletakkan batu itu.
Perang hampir saja terjadi. Tiba-tiba Muhammad muncul memberi sebuah usulan, dengan menanggalkan jubahnya dan meletakkan Hajar Aswad tepat di tengah-tengahnya, lalu setiap kepala suku memegang tepi jubah itu, lantas membawanya bersama-sama ke tempat asalnya.

Wahyu Pertama
Menginjak usia 40 tahun, Muhammad diangkat sebagai nabi. Suatu hari, ketika beliau sedang melakukan ibadah di gua Hira, datanglah Malaikat Jibril as. membawa wahyu dari Allah dan menyapanya, "Iqra!"
"Bacaralah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari gumpalan darah. Bacalah bersama Tuhanmu Yang Mahamulia. Dialah yang mengajarkan ilmu dengan pena. Dialah yang telah mengajarkan kepada manusia akan segala yang tidak diketahuinya."
Sejak itu, Muhammad terpilih untuk mengemban risalah Allah sebagai Rasulullah saw. di tengah umat manusia di seluruh dunia.
Di awal-awal kenabian, Muhammad saw. berdakwah secara rahasia. Pada saat itu, hanya beberapa orang yang mau menerima Islam. Orang pertama yang mengakui Muhammad sebagai Rasulullah saw. ialah istri beliau Khadijah, kemudian sepupunya Ali bin Abi Thalib.
Tiga tahun lamanya Islam terus menyebar di kalangan rakyat miskin kota Makkah. Setelah itu, Allah swt. memerintahkan Rasulullah saw. untuk melakukan dakwah secara terang-terangan, mengajak manusia menyembah Tuhan Yang Esa dan memulai perang suci melawan para penyembah berhala.
Tugas dakwah merupakan tugas yang penuh resiko dan bahaya. Sebab, para pemuka kabilah telah sekian lama larut dalam kenikmatan berupa kedudukan dan menjadikan orang-orang sebagai budak mereka.
Mereka khawatir bahwa dakwah Rasulullah saw. akan merongrong kekuasaan mereka. Selain itu, tugas dakwah menjumpai kesulitan-kesulitan dalam pelaksanaannya, karena berhala-berhala itu telah lama dijadikan sesembahan oleh mereka.
Rasulullah saw. tidak mengenal toleransi. Beliau memilih untuk memikul tugas ini demi mengesakan Tuhan dan menegakkan undang-undang Tauhid di muka bumi.
Masyarakat yang sebelumnya menghormati dan santun terhadap Nabi saw, kini berbalik membenci dan memusuhi  dakwah beliau dengan harta. Namun usaha mereka gagal.
Kemudian, permusuhan mereka berlanjut  dengan menyiksa dan  menjarah harta-harta milik Nabi saw. Namun, usaha mereka ini pun tidak berhasil untuk menahan laju dakwah suci beliau.
Kaum kafir Makkah tidak pernah lelah untuk mengubah pendirian Rasulullah saw. Mereka meningkatkan permusuhannya dan mengusir beliau beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya keluar dari Makkah, lalu mengurungnya di ladang Abu Thalib, hingga sebagian mereka yang bersama Rasul di dalamnya mati kelaparan.
Mereka bahkan memperketat pengurungan ladang itu sehingga makanan dan minuman tidak dapat ditemui oleh Nabi beserta pengikutnya yang setia. Beberapa penduduk yang ikut Nabi mempertaruhkan hidupnya untuk menyelundupkan makanan dari kota di kegelapan malam.
Waktu berlalu begitu cepat. Kaum kafir menyerah pada tekad dan kegigihan yang ditunjukkan oleh kaum muslimin. Mereka memutuskan untuk membunuh Rasulullah saw.
Untuk itu, mereka memilih pemuda-pemuda terkuat dari kalangan keluarga dan suku mereka dengan memberikan upah yang besar kepada siapa yang berhasil membunuh beliau. Mereka memutuskan untuk menyergap kediaman Nabi saw. pada malam hari.

Hijrah ke Madinah
Rencana keji itu diketahui oleh Rasulullah saw. melalui wahyu yang disampaikan Malaikat Jibril as. Beliau memilih sepupunya Ali bin Abi Thalib untuk menggantikannya tidur di atas ranjang beliau dengan mempertaruhkan hidupnya demi keselamatan beliau.
Rasulullah hijrah dari Makkah ke Madinah di kegelapan malam. Kaum musyrikin telah berkumpul untuk membunuh Nabi saw. Betapa terkejutnya mereka, tatkala mendapati Ali di atas ranjang Rasul saw. Mereka segera mengejar beliau. Namun pengejaran itu gagal. Mereka pun kembali ke Makkah dengan tangan hampa.
Setelah menempuh perjalanan yang melelahkan, Nabi saw. tiba di Quba, sebuah tempat di dekat kota Madinah. Penduduk desa menyambut kedatangan beliau. Dengan suka  cita beliau berencana membangun tempat salat dan menyusun tugas-tugas dakwah.  
Pembangunan masjid Quba berjalan lancar. Nabi saw. turun langsung dalam menyelesaikan pembangunannya. Sesudah itu, beliau melakukan salat Jum'at dan berdiri sebagai khatib. Inilah salat Jum'at yang pertama kali dilaksanakan oleh beliau.
Rasulullah saw. menetap di Quba untuk beberapa saat sambil menyampaikan ajaran-ajaran Allah. Di sana pula beliau menantikan kedatangan Ali yang ditinggalkannya di kota Makkah untuk menunaikan  titipan dan amanat kepada pemiliknya masing-masing. Hingga akhirnya Ali pun datang ke Quba bersama kaum wanita keluarga Bani Hasyim.
Rasulullah saw. memasuki kota Yastrib. Sejak saat itu pula nama kota itu berubah menjadi Madinatur-Rasul atau Madinah Al-Munawarah.  Penduduk kota menyambut beliau dan sebagian kaum Muhajirin yang menyertainya dengan begitu hangat dan meriah. Setiap penduduk berlomba   meminta beliau untuk duduk di rumah mereka. Kepada mereka semua, beliau berkata: "Berilah jalan kepada untaku ini. Aku akan menjadi tamu orang yang di depan pintunya unta ini berhenti".
Si unta berjalan dan melintasi jalan-jalan kota Madinah, hingga ia menghentikan langkahnya dan bersila di depan pintu rumah Abu Ayyub Al-Anshari. Di rumah itulah Rasulullah saw. dijamu. 
Sesampainya di Madinah, pertama yang dilakukan oleh Rasulullah saw. ialah pembangunan masjid sebagai pusat dakwah dan pengajaran. Nabi juga segera menyerukan perdamaian serta persaudaraan  antara dua bangsa; Aus dan Khazraj, yang telah berperang selama bertahun-tahun akibat hasutan yang dilancarkan oleh orang-orang Yahudi Madinah.
Dalam rangka mengikis habis akar-akar pembeda antara kaum Muhajirin yang datang dari Makkah dan kaum Anshor sebagai penduduk asli Madinah, Rasulullah saw. mempersaudarakan mereka satu persatu, sehingga kaum Muhajirin tidak menjadi beban kaum Anshor di kemudian hari dan mereka dapat hidup bersama dengan rukun dan damai.
Orang-orang Yahudi Madinah memandang persaudaraan itu dengan penih kedengkian. Mereka selalu berusaha menyulut semangat perpecahan di kalangan kaum muslimin. Sementara Rasulullah saw. memadamkan api pertikaian, mereka malah giat mengobarkannya.

Peperangan Rasulullah saw.
1.      Perang Badar
Rasulullah saw. mengadakan perjanjian gencatan senjata dengan kabilah-kabilah tetangga guna melindungi kota Madinah dari segala ancaman makar dan penyerangan.
Sementara itu, Quraisy Makkah melakukan penjarahan atas harta-harta umat Islam di kota itu. Rasulullah saw. pun berpikir untuk merebut kembali harta-harta itu dari mereka. Untuk itu, beliau memutuskan untuk menyerang kafilah-kafilah pedagang kafir Quraisy.
Demikianlah awal meletusnya bentrokan senjata antara kaum muslimin dan kaum musyrikin di suatu tempat dekat sumur Badar. Oleh karena ini, peperangan pertama di antara mereka ini dinamai Perang Badar.
Kaum muslimin mampu memenangkan peperangan itu secara gemilang. Nama mereka pun mulai terpandang dan disegani di semenanjung Arabia.

2.      Perang Uhud
Bagi kaum musyrik Quraisy, kemenangan kaum muslimin pada perang Badar itu malah membuat hati mereka terbakar kemarahan. Tak ayal lagi, Abu Sufyan mulai mengitung hari untuk melancarkan pembalasan dendam. Bahkan ia melarang perempuan-perempuan Quraisy menangisi korban perang Badar, supaya api dendam tetap membara di dalam jiwa-jiwa mereka.
Sementara di Madinah, kemenangan gemilang kaum muslimin meresahkan kaum Yahudi. Segera mereka mendekati orang-orang Quraisy dan menghasut mereka untuk menuntut dendam atas kaum muslimin. 
Dalam rangka itu, salah seorang Yahudi bernama Ka'ab bin Asyraf bertolak ke Makkah. Setibanya di sana, ia membacakan syair-syair dan mengulang-ulangnya, hanya untuk membakar emosi kaum Quraisy.
Hasilnya, kaum Quraisy mengadakan pertemuan di Darun Nadwah, dan sepakat dendam mereka  untuk menyerang Madinah. Di sana mereka pun  menghitung biaya yang akan dikeluarkan pada pertempuran mendatang. Biayanya ditaksir mencapai 50.000 Dinar. Sejak itu, mereka mulai mempersiapkan persenjataan dan meminta bantuan dari kabilah-kabilah yang bermukim di sekitar Makkah.
3000 pasukan Quraisy bersenjata lengkap bertolak ke Madinah melalui padang sahara. Abu Sufyan menjadi panglima perang dan Khalid bin Walid memimpin pasukan. Abbas bin Abdul Muthalib yang merahasiakan keislamannya mengirimkan kurir untuk menyampaikan pesan ihwal rencana penyerangan itu.
Setelah menerima pesan dari pamannya, Rasulullah saw. segera mengadakan musyawarah yang menyepakati untuk menyambut lawan di luar kota.
7 Syawal tahun ke-3 Hijriah, tepatnya pada hari sabtu pagi,  pasukan kaum muslimin bergerak meninggalkan Madinah menuju gunung Uhud. Atas perintah Rasulullah saw, mereka mendirikan tenda-tenda tidak jauh dari barisan musuh.
Rasulullah saw. menempatkan Abdullah bin Jabir bersama 50 orang lainnya yang dilengkapi busur dan anak panah untuk berada di atas bukit. Beliau memperingatkan mereka untuk tidak beranjak dari puncak bukit itu betapapun resiko yang akan menghadang, apakah menang atau kalah dalam peperangan. Setelah itu, pasukan yang membawa bendera Tauhid dan pasukan yang mengusung bendera Syirik berhadapan satu sama lainnya. Pertempuran itu dimulai oleh Abu Umair dari Quraisy.
Pada awal-awal pertempuran, tentara Islam bertarung dengan gagah berani dan membuat pasukan kafir hampir saja kalah. Namun kemudian, keadaan justru berbalik. Pasukan panah yang mengawasi medan perang itu melihat saudara-saudaranya  memukul mundur pasukan musuh. Mereka pun turun meninggalkan bukit untuk memungut ghanimah (harta rampasan perang). Mereka lalai terhadap perintah Rasulullah saw. untuk tidak beranjak dari posisi mereka.
Khalid bin Walid memanfaatkan kelengahan kaum muslimin. Ia dan pasukannya berbalik mengitari gunung kemudian menyerang kaum muslimin yang sedang sibuk mengumpulkan ghanimah itu dari arah belakang. Banyak pasukan Islam tewas karena ketidaktaatan sebagian mereka kepada Rasulullah saw. Ada sekitar 70 pejuang kaum muslimin syahid, ada pula yang melarikan diri dari medan pertempuran.
Perang berakhir dengan kemenangan berada di pihak musuh. Rasulullah saw. dapat diselamatkan berkat kesetiaan Ali bin Abi Thalib serta bantuan pasukan muslimin lainnya. Bersama mereka, Ali berhasil mengejar dan membunuh beberapa tentara musuh.
Dengan kegigihan mereka, kota Madinah selamat dari penyerbuan kaum kafir itu. Namun demikian, perang Uhud ini telah memberikan pelajaran ketaatan dan kesetiaan yang tak terlupakan oleh kaum muslimin.

3.      Perang Khandaq
Orang-orang Yahudi yang terusir dari Madinah akibat permusuhan dan pengkhianatan mereka sendiri, tidak tinggal diam  melihat keadaan kaum muslimin. Pemimpin mereka melakukan pendekatan dengan pemimpin-pemimpin Quraisy di Makkah, sambil melancarkan hasutan supaya mereka mengadakan perlawanan terhadap kaum muslimin. Pemimpin Yahudi itu berjanji untuk menyokong bangsa Quraisy dengan segala kekuatan yang ada.
Sebagai hasil dari pendekatan ini, berbagai bangsa, suku dan kelompok bersekutu untuk mengangkat senjata melawan umat Islam. Oleh karena itu, peperangan ini dikenal sebagai perang Ahzab, yaitu  perang gabungan beberapa bangsa melawan Islam.
Pasukan bersenjata mereka terdiri dari kaum kafir Quraisy, kaum Yahudi, orang-orang munafik dan pengkhianat Islam dari Madinah. Mereka bertekad bulat  untuk menghancurkan Islam.
Pada bulan Syawal tahun ke-5 Hijriah, sebanyak 10.000 pasukan sekutu itu berangkat menuju Madinah. Di depan mereka adalah Abu Sufyan sebagai panglima perang pasukan sekutu.
Beberapa pasukan berkuda dari kabilah Khuza'i memasuki kota Madinah dan melaporkan keadaan musuh kepada panglima besar kaum muslimin, Rasulullah saw.
Rasulullah saw. memerintahkan pasukannya untuk bersiaga dan para komandan diminta  berkumpul untuk memusyawarahkan segala sesuatu yang diperlukan.
Dalam musyawarah itu, sahabat Rasulullah saw, Salman Al-Farisi, mengusulkan untuk menggali parit di sekeliling kota Madinah dan kaum muslimin berlindung di balik galian parit itu. Usulan itu diterima secara mufakat. Maka, sebanyak 3.000 sukarelawan Islam bekerja siang dan malam untuk menggali parit sedalam 5 meter, selebar 6 meter, dan sepanjang 12.000 meter.
Beberapa jalur dan jembatan dibuat di atas parit dan beberapa penjaga ditugasi untuk mengawasi kedatangan pasukan musuh. Di balik parit, dibangun pos-pos pertahanan  yang di atasnya dijaga oleh pasukan pemanah.
Pasukan kaum musyrikin pun tiba. Mereka melihat galian parit mengelilingi kota yang menyulitkan mereka untuk melintasi dan menyerang orang-orang di seberang parit.
Abu Sufyan segera memanggil Hayy bin Ahthab, pemimpin Yahudi dari Bani Nadhir, dan memintanya untuk menemui Ka'ab bin Asad, pemimpin Yahudi dari Bani Quraizhah yang sedang bermukim di dalam Madinah. Ka'ab bin Asad diminta untuk membuka lapang jalan orang-orang Yahudi. Makar  ini dimaksudkan agar orang-orang musyrikin itu dapat menyusup ke dalam kota melalui jalan tersebut lalu menyerang kaum muslimin.
Cara licik Abu Sufyan ini telah diketahui sebelumnya. Rasulullah saw. telah mengambil langkah-langkah pencegahan dengan menugaskan 500 prajurit untuk berpatroli di sekeliling kota. Prajurit itu ditugasi untuk memelihara kota agar stabil dalam keadaan siaga dan waspada. Mereka mewaspadai orang-orang yang datang dan pergi dari kota. Dengan langkah pencegahan ini, persekongkolan warga kota dengan pihak musuh dapat diatasi.
Ancaman bahaya serangan dari dalam kota berhasil digagalkan dan pasukan sekutu itu tetap pada posisi mereka di seberang parit. Mereka tidak berhasil mengecoh kaum muslimin.
Hingga tibalah suatu hari, lima orang gagah berani dari pihak musuh melintasi parit. Kelima orang gagah berani itu dipimpin oleh Amr bin Abdi Wud. Di atas kudanya ia berteriak lantang, "Hai orang-orang yang mengaku penghuni Surga, di mana kalian semua? Majulah, sehingga aku dapat mengirim kalian ke Surga".
Tidak satu pun dari kaum muslimin yang menjawab tantangan itu, kecuali Ali bin Abi Thalib. Ia begitu cepat bangkit dan maju mendekati orang itu. Dan setelah saling adu tantangan, Ali mengayunkan pedangnya dengan sekali tebasan ke atas kepala Amr.  Setelah Amr tersungkur tewas, Ali mengumandangkan takbir, "Allahu Akbar!" .
Salah satu kawan Amr bin Abdi Wud melarikan diri dan terjatuh ke dalam parit. Ali tidak memberikan kesempatan kepada lawan dan segera menghabisinya. Sedangkan ketiga sahabat Amr  yang lain berhasil melarikan diri dari kejaran Ali.
Peristiwa di atas ini begitu menggugah keimanan dan keberanian umat Islam, sebagaimana yang dikatakan Rasulullah Saw., "Sekali tebasan pedang Ali jauh lebih sebanding dengan ibadah 70 tahun seluruh manusia dan jin".
Demi menjaga semangat pasukannya, Khalid bin Walid bersama beberapa pasukan berkuda, pada hari berikutnya, mencoba untuk melewati parit. Namun, pasukan muslimin terlalu tangguh untuk mereka hadapi. Mereka hanya berusaha dengan cara mengepung kota.
Di tangah pengepungan, Na'im bin Mas'ud yang terkenal dengan kecerdikannya memutuskan untuk masuk Islam. Rasulullah saw. menyuruhnya agar merahasiakan keimanannya, hingga ia bisa memperdaya kaum musyrikin dan menebarkan perpecahan di antara mereka dan kaum Yahudi.
Sama seperti Na'im, adalah Khuzaifah Yamani  menyusup di kegelapan malam ke dalam jajaran musuh sampai menembus jantung kekuatan mereka. Di dalamnya ia berusaha mengendurkan tekad perang, hingga berhasil mematahkan  semangat juang mereka.
Sampai pada suatu malam, badai besar berhembus, belum lagi udara yang semakin dingin menggigilkan. Tak pelak lagi, semangat pasukan musyrikin menjadi luluh lantak. Ditambah perselisihan di antara mereka semakin meluas setelah melihat mengepungan yang tidak membuahkan hasil.
Sebelum terjadi perkembangan pertempuran yang mengecewakan, Abu Sufyan segera meninggalkan medan tempur secara diam-diam di kegelapan malam. Panglima musyrikin itu beserta pasukannya kembali ke Makkah dengan perasaan malu dan hina.
Ketika pasukan muslimin terbangun di subuh hari, mereka menyaksikan lasykar kafir telah  meninggalkan medan pertempuran. Ketika Rasulullah saw. mendengarkan berita tentang kaburnya musuh, beliau memerintahkan pasukannya untuk meninggalkan pos-pos pertahanan dan kembali ke kota.

Nasib Bani Quraizah
Setelah meraih kemenangan gemilang pada perang Ahzab, Rasulullah saw. membawa pasukannya mendekati benteng pertahanan Bani Quraizah. Pasukan Islam memaksa mereka menyerah, setelah mengepung benteng mereka selama dua puluh lima hari.
Karena menderita kekalahan, Bani Kuraizah memohon agar dapat meninggalkan kota Madinah. Akan tetapi Rasulullah saw. menolaknya, sebab jika sampai lolos meninggalkan kota, mereka akan membuat persekongkolan lagi dan menciptakan peperangan baru, sebagaimana Bani Nadzir yang memicu untuk meletuskan perang Khandaq.
Akhirnya, orang-orang Yahudi yang licik itu harus kecewa pada keputusan itu. Sa'ad bin Ma'adz menyampaikan maklumat bahwa orang-orang yang berkhianat dan membantu pihak musuh selama pererangan harus dibunuh dan harta kekayaan mereka harus dirampas.

Perjanjian Hudaibiyah
Derita kekalahan kafir Quraisy dan kedigjayaan kaum Muslimin, khususnya penaklukan  Bani Mustaliq sampai menyebabkan mereka masuk agama Islam, telah menggelapkan mata kaum kafir Quraisy.
Pada bulan Dzulqaidah tahun ke-7 Hijriah, Nabi Muhammad saw. beserta 14.000 lasykar Islam bergerak menuju Makkah untuk  menunaikan ibadah haji.
Kepergian Rasulullah saw. ke tanah suci tidak hanya untuk keperluan ibadah saja, namun juga untuk kepentingan politik. Haji beliau kali ini bertujuan untuk menjadikan status kewarganegaraan kaum muslimin di semenanjung Arabia menjadi benar-benar diakui. Dengan demikian, kaum muslimin berhak untuk bermukim di sepanjang tanah Arab tanpa harus takut diusir.
Kaum kafir Quraisy menerima kabar bahwa Rasulullah saw. akan berkunjung ke Baitullah Ka'bah. Mereka bersumpah di hadapan berhala-berhala untuk tidak membiarkan beliau memasuki kota Makkah.
Kafir Quraisy mengutus Khalid bin Walid beserta dua ratus pasukan berkuda untuk menghadang Rasulullah saw. bersama pasukannya.
Saat itu, Rasulullah saw. telah sampai di daerah Hudaibiyah melalui jalan berbeda untuk menghindari pertempuran dan peperangan yang mungkin mengintai setiap saat. Segera beliau mengutus salah seorang sahabat untuk mengintai pasukan Quraisy dan meyakinkan mereka, bahwa Rasulullah saw. beserta kaum muslimin datang hanya untuk menunaikan ibadah haji saja. Sahabat itu ditugaskan untuk meyakinkan para pemimpin Quraisy bahwa kedatangan Rasulullah saw. kali ini tidak untuk berperang. Namun, mereka malah berlaku kurang ajar terhadap utusan beliau.
Rasulullah saw. meminta baiat (sumpah setia) kepada sahabat agar tetap setia dan rela berkorban kepada beliau di bawah pohon. Ketika hal ini diketahui oleh kafir Quraisy, mereka sangat geram sekaligus malu, sehingga diutuslah Suhail sebagai wakil mereka untuk berunding.          
Kaum kafir Quraisy tidak menghendaki kaum muslimin memasuki kota Makkah dan menunaikan ibadah haji pada tahun ini dan segera pulang ke Madinah. Apabila mereka mau menunaikan haji pada tahun depan, kaum muslimin tidak diperbolehkan untuk membawa senjata. Selama masa haji itu, pihak Quraisylah yang bertanggung jawab  atas keselamatan, keamanan harta dan jiwa kaum muslimin.
Perjanjian ditandatangani dengan lima butir kesepakatan, meskipun beberapa orang Islam kecewa. Puncak kekecewaan mereka tunjukkan dengan keberatan terhadap keputusan-keputusan Rasulullah saw. Mereka mengira bahwa penandatanganan perjanjian itu adalah suatu aib yang memalukan umat Islam, khususnya pada satu butir kesepakatan yang menyatakan bahwa jika seorang muslim lari dari Makkah lalu sampai di Madinah, maka ia akan dipulangkan ke tempat asalnya. Sebaliknya, orang muslim Madinah yang masuk Makkah tidak boleh kembali ke Madinah.
Kekecewaan itu sebenarnya tidak berdasar. Mereka tidak mengerti bahwa keuntungan perjanjian itu sesungguhnya merupakan awal dari penaklukan kota Makkah kelak.

4.      Perang Khaibar
Pada awal bulan Rabiul Awal tahun ke-7 Hijriah, Rasulullah saw. beserta 1.600 kaum muslimin bertolak dari Madinah menuju Khaibar. Lasykar Islam di bawah komandan beliau menyerang musuh dengan tiba-tiba dan dengan mudah merebut tanah Raji' yang terletak di antara Khaibar dan Ghatafan.
Panglima besar laskar Islam Rasulullah saw. menerapkan strategi militer yang jitu. Sehingga antara orang-orang Yahudi Khaibar dengan orang-orang Arab Ghatafan tidak dapat saling membantu satu sama yang lain.
Laskar Islam mengepung benteng Khaibar pada malam hari. Mereka mengambil posisi di tempat strategis yang tersembunyi di balik tanaman palem. Dengan mudah mereka menguasai lembah Khaibar. Kemudahan ini berkat keberanian dan ketulusan mereka dalam berkorban.
Sayangnya, dua lembah strategis yang menjadi markas kaum Yahudi tidak dapat dikuasai. Kaum Yahudi itu mempertahankan benteng mereka mati-matian dengan melepaskan anak-anak panah ke arah pasukan muslimin.
Rasulullah saw. memerintahkan Abu Bakar memimpin pasukan tempur, namun tidak berhasil menaklukkan benteng itu. Pada hari kedua, Umar Bin Khatab ditunjuk sebagai komandan tempur, namun tidak juga berhasil. Di seberang sana, kaum Yahudi Khaibar terus saja memperolok kaum muslimin.
Melihat kegagalan kaum muslimin menaklukkan benteng tersebut, Rasulullah saw. bersabda, "Besok aku akan memberikan bendera Islam ini kepada orang yang hanya kembali bila benteng pertahanan Yahudi itu telah dikuasai".
Seluruh sahabat menantikan fajar tiba untuk menyaksikan siapa gerangan orang yang beruntung itu. masing-masing memimpikan menjadi pemegang bendara esok hari.
Pada pagi harinya, Rasulullah saw. memanggil  Ali. Beliau  menyerahkan bendera Islam itu kepadanya dan menugaskannya untuk menaklukkan lembah Khaibar. Rasulullah saw. berdoa untuk kesuksesan Ali.
Ali menerima tugas ini dengan penuh semangat.  Ia bersama pasukannya bergerak mendekati pintu gerbang Khaibar. Pintu gerbang itu dijaga oleh dua saudara yang gagah berani, Haris dan Marhab. Mereka menyerang pasukan Ali dengan garang sampai tunggang langgang menyelamatkan dirinya masing-masing.
Sebagai komandan perang, Ali segera menghadang kedua bersaudara itu. Dengan kegagahan dan keperkasaannya, ia mampu menghempaskan kedua orang Yahudi itu.
Kematian mereka membuat orang-orang Yahudi yang berada di balik benteng menjadi ketakutan dan panik. Mereka cepat-cepat menutup pintu gerbang dan bersembunyi di baliknya. Pasukan muslimin yang tadinya kocar-kacir melarikan diri, setelah melihat keunggulan Ali, segera kembali dan bersiaga di belakang sang komandan. Ali maju mendekati pintu gerbang itu dan mengangkatnya  lepas dari benteng.
Sementara kaum Yahudi tercengang menyaksikan kekuatan dan keberanian Ali hingga mereka menyerah takluk, Ali melemparkan pintu itu ke atas parit untuk dijadikan  jembatan  yang kemudian dilintasi pasukan muslimin. Demikianlah mereka berhasil dengan mudah memasuki dan menduduki Khaibar, benteng kokoh orang-orang Yahudi itu.
Sama seperti kaum Yahudi, kaum muslimin pun takjub di hadapan kekuatan Ali. Mereka bertanya-tanya satu sama lain, bagaimana Ali bisa melakukannya. Tujuh orang muslim sempat mengangkat pintu itu, namun tidak sedikitpun bergeser.
Tentang kekuatannya, Ali menuturkan, "Aku tidak mampu menjebol gerbang itu dengan kekuatan manusia biasa. Tapi aku melakukannya dengan kekuatan Allah swt.".
Akhirnya, pasukan muslimin menguasai seluruh benteng yang ada di sekitar Khaibar dan menaklukkan orang-orang Yahudi. Sisa-sisa orang Yahudi memohon kepada Rasulullah saw. untuk diperbolehkan tinggal. Mereka ingin tetap dapat mengolah tanah tersebut untuk pertanian dan perkebunan. Mereka berjanji akan menyumbangkan setengah dari hasil panen itu kepada kaum muslimin. Beliau mengabulkan permohonan itu. 

Tanah Fadak
Berita tentang penaklukan Khaibar terdengar oleh orang-orang Yahudi yang bermukim di Fadak. Mereka menjadi sangat risau dan ketakutan. Orang-orang Fadak itu mengutus wakil mereka untuk bertemu dengan Rasulullah saw.  dengan membawa pesan akan perlunya dibuat suatu perjanjian. Lalu mereka menyerahkan separuh wilayah Fadak kepada beliau yang kemudian dihadiahkannya kepada putrinya, Fatimah agar dapat dikelola untuk menutupi kebutuhan rumah tangganya dan keperluan orang-orang miskin.
Sesudah perang Khaibar, Rasulullah saw. bertolak menuju Wadi Qura (lembah Qura) yang menjadi pusat pemukiman Yahudi. Beliau dan pasukan muslimin mengepung pemukiman itu dan begitu cepat ditaklukkan. Beliau berjanji untuk mengembalikan tanah Yahudi itu kepada pemiliknya, dengan syarat bahwa separuh dari hasil pertanian itu harus diserahkan kepada kaum muslimin. Hal ini berlaku sebagaimana pengembalian tanah di lembah Khaibar, yakni separuh hasil pertanian itu harus diserahkan kepada kaum muslimin.
Perjanjian ini dilakukan untuk mengaktifkan sektor ekonomi dan mampu menghasilkan kesejahteraan umat Islam, sehingga mereka dapat mempersiapkan diri dan hartanya jika ada seruan perang.

5.      Perang Mu'tah
Sebelum meletusnya perang Mu'tah, Rasulullah saw. mengutus Harits bin Umair kepada penguasa Syiria dengan maksud mengajaknya menerima Islam. Namun pihak penguasa berlaku kurang ajar. Mereka menahan dan membunuh duta Islam itu.
Setelah peristiwa ini, Rasulullah saw. masih mengutus 16 duta Islam (da'i) untuk mengajak penguasa Syiria dan rakyatnya kepada Islam. Sayangnya, mereka juga dibunuh. Dari 16 orang duta itu, hanya satu orang yang mampu meloloskan diri dan kembali  ke Madinah.
Sesampainya di Madinah, duta itu segera  melapor kepada Rasulullah saw. Beliau sangat terpukul mendengar hal itu. Pembantaian terhadap para duta itu membuat beliau mengeluarkan perintah untuk berjihad. Beliau menghimpun 3.000 pasukan pada Jumadil Tsani tahun 8 Hijriah.
Sebelum pasukan muslimin meninggalkan Madinah, Rasulullah saw. memberikan pengarahan kepada mereka:
"Yang akan memimpin pasukan pertama kali adalah Ja'far bin Abi Thalib, jika sesuatu menimpanya, maka tampuk kepemimpinan diserahkan pada Zaid bin Haritsah. Dan jika terjadi sesuatu pada Zaid, maka Abdullah bin Rawahah yang menjadi pimpinan kalian. Dan jika Abdullah bin Rawahah juga menjumpai kesyahidannya, maka pilihlah komandan di antara kalian".
Setelah mendapatkan pengarahan dari penglima besar mereka, berangkatlah pasukan itu di bawah komando Ja'far bin Abi Thalib. Ketika pasukan muslimin sampai di dekat kota Ma'an, mereka mendapat berita bahwa Kaisar Romawi telah mengirim 100.000 pasukannya ditambah 100.000 orang Arab yang berada di bawah kekuasaannya.

Perang Yang Tak Seimbang
Lasykar musuh yang berjumlah 200.000 pasukan itu berhadapan dengan 3.000 pasukan muslimin. Maka perang pun tak lagi terelakkan. Ja'far bin Abu Talib bertempur dengan gagah berani sampai darah penghabisan. Ia gugur sebagai syahid.
Pucuk komando segera diambil oleh Zaid bin Haritsah. Zaid pun bertempur dengan gagah berani. Namun, ia pun mati syahid. Setelah gugurnya Zaid, Pasukan muslimin dipimpin oleh Abdullah bin Rawahah yang juga berakhir dengan kesyahidannya.
Dengan gugurnya para komandan mereka yang gagah berani itu, kaum muslimin segera memilih Khalid bin Walid untuk memimpin pasukan. Khalid segera menarik pasukannya dari medan pertempuran dan menyelamatkan prajurit dari medan tempur.
Pada sore harinya, Khalid merencanakan penarikan seluruh pasukan dari medan pertempuran dan memimpin mereka bergerak kembali ke Madinah.

Penaklukan Kota Makkah
Penarikan mundur pasukan muslimin dari medan pertempuran Mu'tah telah membuat kafir Quraisy semakin berani dan congkak. Mereka berfikir bahwa kaum muslimin telah kehilangan daya dan kekuatan tempur. Oleh karena itu, mereka mengkhianati perjanjian Hudaibiyah. Dengan bantuan sekutu-sekutunya, mereka menyerang dan membunuh banyak kaum muslimin dari Bani Thaif.
Abu Sufyan tahu betul bahwa kaum muslimin tidak akan tinggal diam dan mereka segera mengirimkan jawaban atas pengkhianatan ini. Abu Sufyan pun berharap bisa bertemu dengan Rasulullah saw. di Madinah dan meminta maaf atas aksi tersebut.
Masih di hadapan Rasulullah saw., Abu Sufyan meminta  agar beliau tetap mau memegang perjanjian Hudaibiyah. Akan tetapi, beliau menampik permintaan itu, sehingga Abu Sufyan kembali ke Makkah dengan kecewa.
Segera Rasulullah saw. memerintahkan pasukannya untuk siaga. Sebanyak 10.000 lasykar  muslimin menyatakan siap sedia untuk mengambil bagian dalam peperangan selanjutnya. Beliau menugaskan sejumlah prajurit agar berjaga-jaga di sekeliling kota untuk mencegah siapa saja yang hendak meninggalkan kota dan meyebarkan berita kepada kafir Quraisy dalam hal ini.
Tetapi, seorang pengkhianat keji bernama Hatib membocorkannya kepada kaum musyrik Makkah. Dengan dalih risau akan keselamatan keluarganya, Hatib mengutus seorang kurir wanita untuk menyebarkan berita ini.
Niat busuknya segera diketahui. Surat yang berisi bocoran tentang persiapan kaum muslimin berhasil digeledah. Rasulullah saw. memerintahkan seluruh kaum muslimin untuk melakukan pemboikotan sosial terhadap Hathib, si pengkhianat Islam. Sesungguhnya hukuman boikot itu lebih berat daripada hukuman mati.
Pada hari ke-10 Ramadhan tahun ke-8 H, Rasulullah saw. memerintahkan pasukannya dan sebagian kaum muslimin untuk bergerak cepat. Mereka harus sampai di kota Makkah dalam waktu satu minggu. Beliau beserta pasukan dan seluruh kaum muslimin yang menyertai beliau mendirikan tenda di dekat kota Makkah.
Rasulullah saw. memberikan komando kepada pasukan muslimin untuk berpencar pada malam hari dan menyalakan api unggun di mana-mana. Pihak musuh berfikir bahwa sebuah pasukan besar telah tiba dari Madinah. Musuh pun menjadi ketakutan. Mereka menyangka bahwa pasukan dalam jumlah raksasa akan menyerang.
Malam harinya, gurun di sekeliling kota Makkah menjadi terang benderang dengan nyala api unggun di mana-mana. Suara riuh dan slogan-slogan kaum muslimin berkumandang, unta-unta dan kuda-kuda meringkik. Ketika Abu Sufyan beserta sekelompok Quraisy menyaksikan hal ini, ia merinding ketakutan. Ia menyampaikan kepada kaumnya bahwa ia tidak pernah menyaksikan pasukan sebesar ini selama hidupnya.
Dari sana, Abu Sufyan menjumpai Abbas bin Abdul Muthalib untuk meminta pendapatnya. Dengan maksud untuk berdamai, Abbas membawanya datang untuk menemui Rasulullah saw., sang panglima tertinggi kaum muslimin.
Demi kemaslahatan dan kejayaan Islam, Rasulullah saw. mengatakan kepada Abu Sufyan agar dapat meyakinkan penduduk kota Makkah,  bahwa siapa saja yang mencari perlindungan hendaknya memasuki rumah Abu Sufyan. Setelah mendengar pandangan Rasulullah saw., ia bertolak kembali ke Makkah dengan membawa ampunan dari beliau.
Sesampainya di Makkah, Abu Sufyan mengingatkan warga kota bahwa kaum muslimin akan datang dengan pasukan raksasa. Untuk menghindari pertumpahan darah, maka sebaiknya mereka menyerah dan membiarkan kaum muslimin memasuki kota Makkah.
Akhirnya kota Makkah dapat dikuasai dengan damai tanpa adanya pertumpahan darah.

Pengampunan Umum
Sekelompok kaum muslimin, khususnya para pengungsi yang pernah diperlakukan secara kejam oleh Quraisy, berniat menuntut balas terhadap orang-orang Makkah yang menyiksa dan mengusir mereka dari kota.
Akan tetapi, Rasulullah saw. mengumumkan "Pengampunan Umum" untuk warga Makkah, bahkan untuk mereka yang telah melakukan penyiksaan dan pengusiran terhadap kaum muslimin.
Setelah merobohkan semua patung dan berhala satu persatu, Rasul saw. memerintahkan Bilal untuk menaiki Ka'bah dan mengumandangkan gema Tauhid di atasnya:
"Allahu Akbar,
"La ilaha illallah,
"Muhammad rasulullah".
 
6.      Perang Hunain
Setelah kejatuhan pusat kekuatan kaum musyrikin di tangan kaum muslimin, para penyembah berhala itu tetap diperbolehkan tinggal di sekeliling Ka'bah. Mereka merasa malu dan bagitu ketakutan. Oleh karena itu, mereka mengundang kabilah masing-masing untuk berkumpul.
Mereka memutuskan bahwa untuk mengalahkan kaum muslimin, hendaknya mereka bersekutu dalam menghancurkan pasukan muslimin itu. Dalam pertemuan itu, diputuskanlah kepala kabilah Hawazan sebagai panglima mereka.
Mendengar berita ihwal pertemuan itu, Rasulullah saw. mengirimkan seorang mata-mata untuk mengintai keadaan musuh dan mencari informasi tentang kesepakatan perang yang ditandatangani oleh kabilah-kabilah itu. Mata-mata itu berhasil mendapatkan informasi dan segera melaporkannya kepada beliau.

Persiapan Menjelang Perang Hunain
Mendapatkan berita tentang rencana penyerangan tersebut, Rasulullah saw. tidak tinggal diam. Panglima besar kaum muslimin itu segera memerintahkan pasukannya untuk bersiaga dan bergerak menuju lembah Hunain. Para pejuang itu bergerak pada 5 Syawal tahun 8 H.
Malik, panglima tentara kafir, mengutus tiga orang prajuritnya untuk memata-matai pasukan muslimin. Mereka menyaksikan kehebatan pasukan muslimin dan melaporkan hasil pengintaiannya itu kepada Malik. Ia merasa bahwa mereka tidak memiliki daya untuk menghadapi pasukan muslimin. Ia lalu memerintahkan pasukannya untuk menaiki bukit yang berada di lembah itu, sehingga mereka mendapatkan posisi yang strategis. Dari puncak bukit itu mereka berencana untuk menyergap  jika pasukan musuh terlihat.
Pasukan muslimin tiba di lembah Hunain pada malam Selasa tanggal 10 Syawal. Pasukan Islam beristirahat di tempat itu. Rencananya, mereka akan bergerak memasuki lembah Hunain pada subuh hari.
Pihak musuh yang telah siaga menyambut kedatangan mereka dengan bersembunyi di balik ilalang. Setelah melihat musuh menampakkan diri, mereka lalu menyergap dari empat arah.
Di tengah kegelapan malam, kuda-kuda yang ditunggangi pasukan muslimin itu membuat kegaduhan. Kegaduhan ini menjadi ramai oleh sekitar 2.000 muallaf (muslim baru). Para muallaf itu melarikan diri, dipimpin oleh Khalid bin Walid. Pelarian diri itu telah membuat musuh menjadi tambah semangat untuk menceraiberaikan pasukan muslimin.
Hanya 10 orang sahabat yang bersiaga di samping Rasulullah saw. Merekalah yang membela beliau dari ancaman pedang musuh. beliau memerintahkan mereka untuk lari mencari pertolongan. Abbas berteriak dengan suara lantang, memanggil sahabat-sahabat yang melarikan diri itu. Musuh yang pada awalnya meraih kemenangan itu, lambat laun menjadi lemah akibat kembalinya pasukan muslimin yang melarikan diri tadi.
Walhasil, benteng pertahanan musuh dihancurkan. Musuh lari tunggang langgang meninggalkan peralatan tempur mereka. Rasulullah saw. memerintahkan beberapa orang sahabat untuk mengejar musuh yang melarikan diri sehingga mereka menjadi tidak berdaya. Maksud pengejaran ini adalah agar tidak tersisa lagi musuh yang bisa melakukan perlawanan militer di kemudian hari.
Para sahabat yang mengejar musuh itu berhasil menunaikan tugas mereka. Atas keberhasilan pasukan muslimin menaklukkan musuh, Rasulullah saw. kemudian membagikan harta rampasan perang kepada kaum muslimin.

7.      Perang Tabuk
Pada bulan Rajab tahun ke-9 H, Rasulullah saw. menerima laporan bahwa kaum muslimin yang bermukim di barat daya perbatasan Arabia, mendapat ancaman dari kekaisaran Romawi dan bermaksud untuk menyerang wilayah-wilayah Islam.
Setelah mempersiapkan pasukan, Rasulullah saw. mengumumkan rencananya kepada khalayak ramai. Cara ini berbeda dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat sebelumnya. Dahulu, beliau merahasiakan niatnya. Kali ini beliau memberitahukan kepada khalayak secara terbuka.
Masyarakat mempersembahkan segala sesuatu yang diperlukan oleh pasukan muslimin. Mereka dengan antusias dan penuh semangat mengorbankan harta, bahkan kaum wanita merelakan simpanan perhiasan mereka untuk digunakan dalam peperangan.

Makar Kaum Munafik
Bersamaan dengan bergeraknya pasukan muslimin, orang-orang munafik mulai menebarkan  hasutan, menciptakan semangat anti perang dan menanamkan rasa takut dalam diri pasukan muslimin akan kehebatan pasukan Romawi.
Mereka melakukan berbagai cara, di antaranya ialah  membangun sebuah masjid dengan nama "Masjid Dirar" sebagai pusat penyebaran  propaganda anti perang itu. Mereka berharap agar orang-orang tidak ambil bagian dalam  jihad itu.
Syukurlah, berkat kesigapan dan ketegasan, Rasulullah saw. berhasil menggagalkan persekongkolan orang-orang munafik itu.
Atas perintah Rasulullah saw, rumah tempat berkumpulnya orang-orang Yahudi dan kaum munafik itu dibakar oleh massa. Dengan cara demikian ini, persekongkolan yang mereka galang  berhasil ditumpas.

Persiapan Perang Tabuk
Sebanyak 30.000 pasukan muslimin meninggalkan kota Madinah. Jumlah pasukan ini adalah yang terbesar dari yang sebelumnya. Rasulullah saw. sendiri yang menjadi panglima pasukan itu. Beliau memeriksa persiapan-persiapan pasukannya. Setelah itu, panglima muslimin itu berpidato di depan pasukannya.
Beliau menunjuk Ali bin Abi Talib sebagai wali kota di Madinah selama kepergiannya beserta pasukan muslimin ke Tabuk.
Mereka tiba di padang Tabuk yang panas membara setelah menempuh perjalanan sejauh 600 kilometer. Namun, mereka terkejut setibanya di tempat itu. Mereka tidak melihat tanda-tanda kedatangan pasukan Romawi.
Sepertinya, pihak musuh telah mengetahui gerakan pasukan muslimin yang penuh semangat untuk mati syahid. Pemimpin Romawi memutuskan untuk menarik mundur pasukannya dari arah utara.
Pasukan muslimin berdiam di Tabuk selama 20 hari sebelum kembali ke Madinah, tanpa terjadi pertempuran apa pun.

Persekongkolan Kaum Munafik
Sekembalinya dari Tabuk, sekelompok orang munafik memendam niat jahat terhadap Rasulullah saw. Mereka bermaksud untuk membunuh panglima orang-orang pencinta kebenaran itu. Kaum munafik yang ikut serta dalam perjalanan ke Tabuk itu hanyalah didorong oleh rasa takut kepada kaum muslimin lainnya.
Mereka hendak menakut-nakuti unta tunggangan Rasulullah saw. dengan bersembunyi di balik bukit. Bila beliau terjatuh, mereka mudah membunuhnya. Tapi niat keji itu tersingkap dan membuat orang-orang munafik melarikan diri. Pasukan muslimin ingin segera menghabisi hidup kaum munafik itu, namun Rasulullah saw. meminta mereka untuk membiarkannya.
Sekembalinya dari Tabuk, Rasulullah saw. memerintahkan kaum muslimin untuk menggusur Masjid Dhirar. Perintah ini beliau sampaikan setelah menerima wahyu dari Allah swt. 
Peperangan Tabuk merupakan unjuk kekuatan pasukan muslimin. Seluruh kaum muslimin mengambil bagian dalam pertempuran ini.
Melihat kekuatan yang begitu besar, negara-negara tetangga dan orang-orang kafir menjadi enggan  terlibat dalam persekongkolan untuk merongrong pemerintahan Islam.

Pembersihan Orang-orang Kafir
Hingga tahun ke-9 H, orang-orang kafir masih menunaikan ibadah Haji sesuai dengan kebiasaan nenek moyang mereka. Pada tahun yang sama, surat Al-Bara'ah atau At-Taubah diturunkan.
Rasulullah saw. mempercayakan surat itu kepada Ali dibacakan di hadapan orang-orang kafir Makkah. Beliau memerintahkan Ali untuk menyampaikan, "Tidak diperbolehkan orang-orang kafir memasuki rumah suci Ka'bah, terhitung sejak hari ini. Dan  mulai hari ini, tidak diperbolehkan untuk melaksanakan ibadah di sekitar Ka'bah dengan telanjang".
Sesuai perintah Rasulullah saw., Ali berangkat menuju Makkah dan membacakan surat Al-Bara'ah yang baru saja diturunkan, dan ditujukan kepada orang-orang kafir itu agar menghentikan kemusyrikan mereka.
Di tengah para jemaah haji di sana, Ali menyerukan, "Wahai sekalian manusia, tidak akan ada orang kafir yang masuk surga, tidak akan ada orang musyrik yang berhaji setelah tahun ini, tidak akan ada orang telanjang yang bertawaf, dan siapa saja yang punya perjanjian damai dengan Rasulullah, maka ia punya kesempatan sampai berakhirnya masa perjanjian itu".

Mubahalah (Saling Memohon Kutukan dari Allah swt.)
Rasulullah saw. mulai mengirimkan surat kepada penguasa-penguasa yang ada di dunia. Beliau mengirimkan surat kepada keuskupan di Najran dan mengajak orang-orang Nasrani yang ada di sana untuk memeluk Islam. Bila menolak, mereka diharuskan untuk membayar jizyah (pajak) sebagai bentuk dukungan mereka kepada pemerintahan Islam.
Sang uskup telah membaca ihwal kedatangan seorang nabi baru setelah Isa putra Maryam as. Dia juga mengetahui kedatangannya melalui Kitab Suci Nasrani (Injil). Kemudian dia segera mengirimkan utusan ke Madinah untuk membuktikan kebenaran berita itu.
Sesampainya di Madinah, mereka memulai dialog dengan Rasulullah saw. Pada kesempatan itu, beliau menjelaskan ajaran-ajaran Islam yang lurus, sementara mereka menanyakan ihwal Nabi Isa Al-Masih as., "Apakah ia anak Allah ataukah anak Maryam?
Rasul saw. menjawab, "Sesungguhnya Isa Al-Masih tidak lain adalah rasul Allah, sama seperti rasul-rasul yang telah mendahuluinya, dan ibunya adalah wanita tepercaya. Mereka berdua memakan makanan" (QS. Al-Imran:59), "Dan ihwal Isa di sisi Allah seperti Adam yang telah diciptakan Allah dari tanah, lalu berkata kepadanya, 'Jadilah', maka terjadilah" (QS. Al-Imran: 61).
Namun, utusan Najran sebanyak 60 orang itu tetap saja menolak untuk beriman kepada Rasul saw.
Malaikat Jibril as. turun menyampaikan wahyu dari Yang Maha Kuasa kepada Nabi saw. Dalam wahyu tersebut, Allah menyerukan beliau dan orang-orang Najran untuk bermubahalah, yakni memohon kepada Allah swt. agar mengutuk siapa yang sebenarnya berdusta.
Ketika saat mubahalah itu tiba, Rasulullah saw. hanya membawa empat orang keluarganya dari Ahlul Bait: Ali, Fatimah, Hasan dan Husein. Sewaktu orang-orang Nasrani itu melihat beliau datang beserta rombongan pilihannya, pemimpin Nasrani itu berkata, "Demi Tuhan! Saya meyaksikan wajah-wajah mereka, yang jika mereka (orang-orang Nasrani) mengutuk Nabi bersama rombongannya, maka gurun sahara itu akan menjadi neraka dan akan meluas sampai ke wilayah Najran. Orang-orang Nasrani akan musnah  oleh siksaan dan azab ini".
Akhirnya, mereka setuju untuk membayar pajak. Diputuskan bahwa orang-orang Nasrani akan membayar sebanyak 2.000 Hullas (jubah) dan 30 busur panah kepada kaum muslimin.

Haji Wada' (Perpisahan)
Pada 25 Zulhijah tahun ke-10 Hijriah, Nabi saw. mengumumkan akan menunaikan haji tahun itu Beliau berpesan, bahwa siapa saja yang mau menyertainya segera mempersiapkan diri.
Berita ini menciptakan semangat dan kegembiraan di kalangan kaum muslimin. Bersama Nabi saw., mereka mempersiapkan diri menyambut pesan beliau itu.  Beliau menunjuk Abu Dujana sebagai wakil beliau di Madinah. Setelah itu,  beserta sahabat-sahabat lainnya beliau bergerak  menuju Makkah.
Rasulullah saw. memulai pelaksanaan rukun ibadah haji di Zulhulaifah dan melantunkan Labbaik. Dari Zulhulaifah beliau bertolak menuju Makkah. 
Setelah sepuluh hari tiba di Makkah,  Rasulullah saw. memasuki Masjidil Haram dan melaksanakan rukun-rukun haji lainnya. Hari berikutnya, beliau menyampaikan pidato di Mina. Beliau bersabda, "Kita membutuhkan kemapanan dalam pemerintahan Islam".
Ghadir Khum
Selekas menunaikan ibadah haji, tepatnya pada hari Kamis, 18 Zulhijah, Rasul saw. tiba di dekat ladang Juhfa. Pada saat itu, Malaikat Jibril as. menyampaikan wahyu dari Tuhan yang harus beliau sampaikan. Segera Rasulullah saw. mengumpulkan para sahabat dengan mengatakan bahwa beliau akan mengumumkan suatu pesan yang sangat penting.
Ratusan jamaah Haji berkumpul pada pelaksanaan       acara pidato Rasulullah saw. Telinga mereka dipasang baik-baik untuk mendengarkan pesan yang akan disampaikan beliau, "Segala puji dan puja bagi Allah Yang Maha Kuasa. Hanya kepada-Nya kita meminta pertolongan dan keimanan, Dialah tempat tumpuan hajat manusia. Aku (Muhammad saw.) bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.
"Wahai kaum muslimin! aku (Muhammad) segera meninggalkan kalian semua dan kutinggalkan dua wasiat yang berharga kepada kalian, yaitu Al-Qur'an dan Ahlul Baitku. Keduanya tidak akan terpisah satu sama lain sampai kalian menjumpaiku di telaga Kautsar (pada Hari Pengadilan). Oleh karena itu, jagalah mereka dan jangan kalian tinggalkan. Jika kalian tinggalkan wasiat ini, maka kalian akan binasa."
Kemudian beliau meraih tangan Ali bin Abi Thalib dan mengangkatnya seraya bersabda: "Barang siapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpin kalian sepeninggalku. Ya Allah! cintailah orang-orang yang mencintai Ali dan musuhilah orang-orang yang memusuhi Ali. Lindungilah orang-orang yang melindungi Ali dan binasakanlah orang-orang yang membinasakan Ali".

Detik-detik Terakhir
Setelah melakukan perjalanan yang melelahkan itu, Rasulullah saw. jatuh sakit. Sekelompok orang memanfaatkan keadaan, dan nabi-nabi palsu pun bermunculan. Setelah Rasulullah saw. mendengar berita ini, beliau memerintahkan untuk memerangi mereka.
Suatu hari, Nabi saw. yang dalam keadaan payah dibantu oleh Ali bin Abi Thalib guna berziarah ke kuburan sahabat-sahabatnya yang telah gugur di pekuburan Baqi. Setelah itu, beliau meminta Ali untuk membawanya pulang.
Hari demi hari berlalu, sakit Rasul saw. bertambah serius dan parah, hingga insan kamil itu menghembuskan nafasnya yang terakhir di pangkuan Ali. Manusia suci itu telah kembali menghadap kekasihnya Yang  Mahakasih pada hari Senin 28 Safar tahun ke-11 H. Mangkatnya beliau menyebabkan dunia Islam berkabung dan berduka.[]

Mutiara Hadis Rasulullah saw.

·            "Seburuk-buruk manusia di hadapan Allah swt. adalah seorang alim yang tidak mengamalkan ilmunya dan tidak mengambil manfaat dari ilmu yang dimikinya".
·            "Semulia-mulia rumah adalah rumah yang di dalamnya  anak-anak yatim disantuni dengan kasih sayang dan cinta".
·            "Orang-orang yang beriman pada Allah swt, Hari Akhir dan janji-janji Allah swt. hendaknya menunaikan amanat dan janjinya".
·         "Tatapan seorang anak kepada  orang tuanya karena kasih sayang adalah ibadah".
"Sahabat yang berbudi luhur dan mulia sungguh  lebih berharga daripada harta benda".

Quotes from 12 Imams

Mencintai keindahan adalah fitrah. Sampaikan keindahan Ahlul Bait dan keindahan ajaran mereka dengan cara yang indah. "Kalau manusia mendengar keindahan ucapan-ucapan kami, niscaya mereka akan mengikuti kami" (Imam Ridha as).

0 comments:

Post a Comment