Nama : Muhammad
Ayah : Abdullah bin Abdul Muthalib
Ibu : Aminah binti Wahab
Kelahiran :
Makkah, Sabtu 17 Rabiul Awal,Tahun Gajah
Wafat : Senin, 28 Safar 11 H
Makam : Madinah Al-Munawwarah
Bangsa Quraisy
Bangsa Quraisy dipandang sebagai salah
satu bangsa yang dihormati dan disegani di antara bangsa-bangsa yang ada di
semenanjung Arabia. Quraisy sendiri terbagi ke dalam berbagai suku. Bani Hasyim
adalah salah satu suku terhormat di antara suku-suku yang ada. Qushai bin Kilab
adalah nenek moyang mereka yang bertugas sebagai penjaga Ka'bah.
Di tengah warga Makkah, Hasyim dikenal
sebagai orang yang mulia, bijaksana dan terhormat. Ia banyak membantu mereka,
memulai perniagaan pada musim dingin dan musim panas supaya mereka mendapatkan
penghidupan yang layak. Atas jasa-jasanya, warga kota memberinya julukan
"sayyid" (tuan). Julukan ini secara turun-temurun disandang oleh anak
keturunan Hasyim.
Setelah Hasyim, kepemimpinan bangsa
Quraisy dipercayakan kepada anaknya yang bernama Muthalib, kemudian dilanjutkan
oleh Abdul Muthalib.
Abdul Muthalib adalah seorang yang
berwibawa. Pada masanya, Abrahah Al-Habasyi menyerbu Makkah untuk menghancurkan
Ka'bah. Namun berkat pertolongan Allah swt., Abrahah dan pasukan gajahnya
mengalami kekalahan. Tahun penyerbuan itu kemudian dikenal dengan nama Tahun
Gajah. Dan sejak peristiwa itu, nama Abdul Muthalib pun semakin terpandang di
kalangan kabilah Arab.
Abdul Muthalib mempunyai beberapa anak.
Di antara mereka, Abdullah-lah anak yang paling soleh dan paling dicintainya.
Pada usia 24 tahun, Abdullah menikah dengan perempuan mulia bernama Aminah.
Dua bulan setelah Tahun Gajah, Aminah
melahirkan seorang anak. Ia memberinya nama Muhammad. Sebelum kelahiran
Muhammad, ayahnya Abdullah meninggal dunia. Tak lama setelah melahirkan, sang ibu pun menyusul
suaminya kembali ke alam baka. Maka,
sejak awal kelahiran, Muhammad sudah
menjalani hidupnya sebagai anak yatim.
Setelah ditinggalkan oleh kedua orang
tua yang tercinta, Muhammad diasuh oleh sang kakek, Abdul Muthalib. Berkat
anugerah dan rahmat Allah swt., Muhammad
tumbuh menjadi dewasa dengan kesucian jiwa yang terpelihara.
Warga kota Makkah begitu mencintai
Muhammad, bahkan merelakan barang-barang
mereka di bawah pengawasannya. Atas kejujuran dan sifat amanah yang
ditunjukkannya, mereka memberinya gelar "Al-Amin", yakni orang yang
tepercaya.
Dengan bekal iman yang teguh, Muhammad
membantu orang-orang fakir, membela orang-orang yang tertindas, membagikan
makanannya kepada orang-orang yang lapar, mendengarkan keluhan-keluhan mereka,
dan berusaha memberikan jalan keluar atas masalah-masalah yang mereka hadapi.
Ketika beberapa orang pemuda menggalang
sebuah gerakan yang dikenal dengan nama "Sumpah Pemuda" (Hilful
Fudhul), segera Muhammad pun bergabung bersama mereka, karena gerakan itu
sejalan dengan perilaku luhur dan tujuannya.
Pada suatu waktu, Abu Thalib, paman
Muhammad, menganjurkannya untuk ikut berniaga dengan kafilah dagang Khadijah,
seorang wanita Makkah yang kaya dan terhormat. Kemudian, Muhammad pun ditunjuk
untuk memimpin kafilah dagang tersebut.
Selama bergabung dalam kafilah
dagangnya, Khadijah menyaksikan dari dekat kejujuran, keteguhan, dan keutamaan
perilaku Muhammad. Tak segan lagi
Khadijah melamarnya. Muhammad menerima lamaran itu. Dan tak lama kemudian,
mereka pun melangsungkan pernikahan.
Dari perhikahan itu, mereka dikaruniai
seorang anak perempuan yang diberi nama Fatimah, yang dari keturunannya
lahirlah manusia-manusia suci.
Hajar Aswad (Batu Hitam)
Sepuluh tahun setelah pernikahan itu,
banjir besar melanda kota Makkah yang merusak sebagian besar bangunan Ka'bah.
Warga kota bermaksud untuk memperbaikinya.
Untuk mencegah pertikaian yang bakal
terjadi, perbaikan itu dilakukan oleh berbagai suku yang ada di kota secara
gotong royong. Namun, tatkala perbaikan telah selesai, tibalah saatnya untuk
meletakkan Hajar Aswad. Ketika itu, masing-masing bangsa mengaku paling berhak
untuk meletakkan batu itu.
Perang hampir saja terjadi. Tiba-tiba
Muhammad muncul memberi sebuah usulan, dengan menanggalkan jubahnya dan
meletakkan Hajar Aswad tepat di tengah-tengahnya, lalu setiap kepala suku
memegang tepi jubah itu, lantas membawanya bersama-sama ke tempat asalnya.
Wahyu Pertama
Menginjak usia 40 tahun, Muhammad
diangkat sebagai nabi. Suatu hari, ketika beliau sedang melakukan ibadah di gua
Hira, datanglah Malaikat Jibril as. membawa wahyu dari Allah dan menyapanya, "Iqra!"
"Bacaralah dengan nama Tuhanmu
yang telah menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari gumpalan darah.
Bacalah bersama Tuhanmu Yang Mahamulia. Dialah yang mengajarkan ilmu dengan
pena. Dialah yang telah mengajarkan kepada manusia akan segala yang tidak
diketahuinya."
Sejak itu, Muhammad terpilih untuk
mengemban risalah Allah sebagai Rasulullah saw. di tengah umat manusia di
seluruh dunia.
Di awal-awal kenabian, Muhammad saw.
berdakwah secara rahasia. Pada saat itu, hanya beberapa orang yang mau menerima
Islam. Orang pertama yang mengakui Muhammad sebagai Rasulullah saw. ialah istri
beliau Khadijah, kemudian sepupunya Ali bin Abi Thalib.
Tiga tahun lamanya Islam terus menyebar
di kalangan rakyat miskin kota Makkah. Setelah itu, Allah swt. memerintahkan
Rasulullah saw. untuk melakukan dakwah secara terang-terangan, mengajak manusia
menyembah Tuhan Yang Esa dan memulai perang suci melawan para penyembah
berhala.
Tugas dakwah merupakan tugas yang penuh
resiko dan bahaya. Sebab, para pemuka kabilah telah sekian lama larut dalam
kenikmatan berupa kedudukan dan menjadikan orang-orang sebagai budak mereka.
Mereka khawatir bahwa dakwah Rasulullah
saw. akan merongrong kekuasaan mereka. Selain itu, tugas dakwah menjumpai
kesulitan-kesulitan dalam pelaksanaannya, karena berhala-berhala itu telah lama
dijadikan sesembahan oleh mereka.
Rasulullah saw. tidak mengenal
toleransi. Beliau memilih untuk memikul tugas ini demi mengesakan Tuhan dan
menegakkan undang-undang Tauhid di muka bumi.
Masyarakat yang sebelumnya menghormati
dan santun terhadap Nabi saw, kini berbalik membenci dan memusuhi dakwah beliau dengan harta. Namun usaha
mereka gagal.
Kemudian, permusuhan mereka
berlanjut dengan menyiksa dan menjarah harta-harta milik Nabi saw. Namun,
usaha mereka ini pun tidak berhasil untuk menahan laju dakwah suci beliau.
Kaum kafir Makkah tidak pernah lelah
untuk mengubah pendirian Rasulullah saw. Mereka meningkatkan permusuhannya dan
mengusir beliau beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya keluar dari Makkah,
lalu mengurungnya di ladang Abu Thalib, hingga sebagian mereka yang bersama
Rasul di dalamnya mati kelaparan.
Mereka bahkan memperketat pengurungan
ladang itu sehingga makanan dan minuman tidak dapat ditemui oleh Nabi beserta
pengikutnya yang setia. Beberapa penduduk yang ikut Nabi mempertaruhkan
hidupnya untuk menyelundupkan makanan dari kota di kegelapan malam.
Waktu berlalu begitu cepat. Kaum kafir
menyerah pada tekad dan kegigihan yang ditunjukkan oleh kaum muslimin. Mereka
memutuskan untuk membunuh Rasulullah saw.
Untuk itu, mereka memilih pemuda-pemuda terkuat dari
kalangan keluarga dan suku mereka dengan memberikan upah yang besar kepada
siapa yang berhasil membunuh beliau. Mereka memutuskan untuk menyergap kediaman
Nabi saw. pada malam hari.
Hijrah ke Madinah
Rencana keji itu diketahui oleh
Rasulullah saw. melalui wahyu yang disampaikan Malaikat Jibril as. Beliau
memilih sepupunya Ali bin Abi Thalib untuk menggantikannya tidur di atas
ranjang beliau dengan mempertaruhkan hidupnya demi keselamatan beliau.
Rasulullah hijrah dari Makkah ke
Madinah di kegelapan malam. Kaum musyrikin telah berkumpul untuk membunuh Nabi
saw. Betapa terkejutnya mereka, tatkala mendapati Ali di atas ranjang Rasul
saw. Mereka segera mengejar beliau. Namun pengejaran itu gagal. Mereka pun
kembali ke Makkah dengan tangan hampa.
Setelah menempuh perjalanan yang
melelahkan, Nabi saw. tiba di Quba, sebuah tempat di dekat kota Madinah.
Penduduk desa menyambut kedatangan beliau. Dengan suka cita beliau berencana membangun tempat salat
dan menyusun tugas-tugas dakwah.
Pembangunan masjid Quba berjalan
lancar. Nabi saw. turun langsung dalam menyelesaikan pembangunannya. Sesudah
itu, beliau melakukan salat Jum'at dan berdiri sebagai khatib. Inilah salat
Jum'at yang pertama kali dilaksanakan oleh beliau.
Rasulullah saw. menetap di Quba untuk
beberapa saat sambil menyampaikan ajaran-ajaran Allah. Di sana pula beliau
menantikan kedatangan Ali yang ditinggalkannya di kota Makkah untuk
menunaikan titipan dan amanat kepada
pemiliknya masing-masing. Hingga akhirnya Ali pun datang ke Quba bersama kaum
wanita keluarga Bani Hasyim.
Rasulullah saw. memasuki kota Yastrib.
Sejak saat itu pula nama kota itu berubah menjadi Madinatur-Rasul atau Madinah
Al-Munawarah. Penduduk kota menyambut
beliau dan sebagian kaum Muhajirin yang menyertainya dengan begitu hangat dan
meriah. Setiap penduduk berlomba meminta
beliau untuk duduk di rumah mereka. Kepada mereka semua, beliau berkata: "Berilah
jalan kepada untaku ini. Aku akan menjadi tamu orang yang di depan pintunya
unta ini berhenti".
Si unta berjalan dan melintasi
jalan-jalan kota Madinah, hingga ia menghentikan langkahnya dan bersila di
depan pintu rumah Abu Ayyub Al-Anshari. Di rumah itulah Rasulullah saw.
dijamu.
Sesampainya di Madinah, pertama yang
dilakukan oleh Rasulullah saw. ialah pembangunan masjid sebagai pusat dakwah
dan pengajaran. Nabi juga segera menyerukan perdamaian serta persaudaraan antara dua bangsa; Aus dan Khazraj, yang
telah berperang selama bertahun-tahun akibat hasutan yang dilancarkan oleh
orang-orang Yahudi Madinah.
Dalam rangka mengikis habis akar-akar
pembeda antara kaum Muhajirin yang datang dari Makkah dan kaum Anshor sebagai
penduduk asli Madinah, Rasulullah saw. mempersaudarakan mereka satu persatu,
sehingga kaum Muhajirin tidak menjadi beban kaum Anshor di kemudian hari dan
mereka dapat hidup bersama dengan rukun dan damai.
Orang-orang Yahudi Madinah memandang persaudaraan itu
dengan penih kedengkian. Mereka selalu berusaha menyulut semangat perpecahan di
kalangan kaum muslimin. Sementara Rasulullah saw. memadamkan api pertikaian,
mereka malah giat mengobarkannya.
Peperangan Rasulullah saw.
1. Perang
Badar
Rasulullah saw. mengadakan perjanjian
gencatan senjata dengan kabilah-kabilah tetangga guna melindungi kota Madinah
dari segala ancaman makar dan penyerangan.
Sementara itu, Quraisy Makkah melakukan
penjarahan atas harta-harta umat Islam di kota itu. Rasulullah saw. pun
berpikir untuk merebut kembali harta-harta itu dari mereka. Untuk itu, beliau
memutuskan untuk menyerang kafilah-kafilah pedagang kafir Quraisy.
Demikianlah awal meletusnya bentrokan
senjata antara kaum muslimin dan kaum musyrikin di suatu tempat dekat sumur
Badar. Oleh karena ini, peperangan pertama di antara mereka ini dinamai Perang
Badar.
Kaum muslimin mampu memenangkan
peperangan itu secara gemilang. Nama mereka pun mulai terpandang dan disegani
di semenanjung Arabia.
2. Perang
Uhud
Bagi kaum musyrik Quraisy, kemenangan
kaum muslimin pada perang Badar itu malah membuat hati mereka terbakar
kemarahan. Tak ayal lagi, Abu Sufyan mulai mengitung hari untuk melancarkan
pembalasan dendam. Bahkan ia melarang perempuan-perempuan Quraisy menangisi
korban perang Badar, supaya api dendam tetap membara di dalam jiwa-jiwa mereka.
Sementara di Madinah, kemenangan
gemilang kaum muslimin meresahkan kaum Yahudi. Segera mereka mendekati
orang-orang Quraisy dan menghasut mereka untuk menuntut dendam atas kaum
muslimin.
Dalam rangka itu, salah seorang Yahudi
bernama Ka'ab bin Asyraf bertolak ke Makkah. Setibanya di sana, ia membacakan
syair-syair dan mengulang-ulangnya, hanya untuk membakar emosi kaum Quraisy.
Hasilnya, kaum Quraisy mengadakan
pertemuan di Darun Nadwah, dan sepakat dendam mereka untuk menyerang Madinah. Di sana mereka
pun menghitung biaya yang akan
dikeluarkan pada pertempuran mendatang. Biayanya ditaksir mencapai 50.000
Dinar. Sejak itu, mereka mulai mempersiapkan persenjataan dan meminta bantuan
dari kabilah-kabilah yang bermukim di sekitar Makkah.
3000 pasukan Quraisy bersenjata lengkap
bertolak ke Madinah melalui padang sahara. Abu Sufyan menjadi panglima perang
dan Khalid bin Walid memimpin pasukan. Abbas bin Abdul Muthalib yang
merahasiakan keislamannya mengirimkan kurir untuk menyampaikan pesan ihwal
rencana penyerangan itu.
Setelah menerima pesan dari pamannya,
Rasulullah saw. segera mengadakan musyawarah yang menyepakati untuk menyambut
lawan di luar kota.
7 Syawal tahun ke-3 Hijriah, tepatnya
pada hari sabtu pagi, pasukan kaum
muslimin bergerak meninggalkan Madinah menuju gunung Uhud. Atas perintah
Rasulullah saw, mereka mendirikan tenda-tenda tidak jauh dari barisan musuh.
Rasulullah saw. menempatkan Abdullah
bin Jabir bersama 50 orang lainnya yang dilengkapi busur dan anak panah untuk
berada di atas bukit. Beliau memperingatkan mereka untuk tidak beranjak dari
puncak bukit itu betapapun resiko yang akan menghadang, apakah menang atau
kalah dalam peperangan. Setelah itu, pasukan yang membawa bendera Tauhid dan
pasukan yang mengusung bendera Syirik berhadapan satu sama lainnya. Pertempuran
itu dimulai oleh Abu Umair dari Quraisy.
Pada awal-awal pertempuran, tentara
Islam bertarung dengan gagah berani dan membuat pasukan kafir hampir saja
kalah. Namun kemudian, keadaan justru berbalik. Pasukan panah yang mengawasi
medan perang itu melihat saudara-saudaranya
memukul mundur pasukan musuh. Mereka pun turun meninggalkan bukit untuk
memungut ghanimah (harta rampasan perang). Mereka lalai terhadap
perintah Rasulullah saw. untuk tidak beranjak dari posisi mereka.
Khalid bin Walid memanfaatkan
kelengahan kaum muslimin. Ia dan pasukannya berbalik mengitari gunung kemudian
menyerang kaum muslimin yang sedang sibuk mengumpulkan ghanimah itu dari
arah belakang. Banyak pasukan Islam tewas karena ketidaktaatan sebagian mereka
kepada Rasulullah saw. Ada sekitar 70 pejuang kaum muslimin syahid, ada pula yang
melarikan diri dari medan pertempuran.
Perang berakhir dengan kemenangan
berada di pihak musuh. Rasulullah saw. dapat diselamatkan berkat kesetiaan Ali
bin Abi Thalib serta bantuan pasukan muslimin lainnya. Bersama mereka, Ali
berhasil mengejar dan membunuh beberapa tentara musuh.
Dengan kegigihan mereka, kota Madinah
selamat dari penyerbuan kaum kafir itu. Namun demikian, perang Uhud ini telah
memberikan pelajaran ketaatan dan kesetiaan yang tak terlupakan oleh kaum
muslimin.
3. Perang
Khandaq
Orang-orang Yahudi yang terusir dari
Madinah akibat permusuhan dan pengkhianatan mereka sendiri, tidak tinggal
diam melihat keadaan kaum muslimin.
Pemimpin mereka melakukan pendekatan dengan pemimpin-pemimpin Quraisy di Makkah,
sambil melancarkan hasutan supaya mereka mengadakan perlawanan terhadap kaum
muslimin. Pemimpin Yahudi itu berjanji untuk menyokong bangsa Quraisy dengan
segala kekuatan yang ada.
Sebagai hasil dari pendekatan ini,
berbagai bangsa, suku dan kelompok bersekutu untuk mengangkat senjata melawan
umat Islam. Oleh karena itu, peperangan ini dikenal sebagai perang Ahzab,
yaitu perang gabungan beberapa bangsa
melawan Islam.
Pasukan bersenjata mereka terdiri dari
kaum kafir Quraisy, kaum Yahudi, orang-orang munafik dan pengkhianat Islam dari
Madinah. Mereka bertekad bulat untuk
menghancurkan Islam.
Pada bulan Syawal tahun ke-5 Hijriah,
sebanyak 10.000 pasukan sekutu itu berangkat menuju Madinah. Di depan mereka
adalah Abu Sufyan sebagai panglima perang pasukan sekutu.
Beberapa pasukan berkuda dari kabilah
Khuza'i memasuki kota Madinah dan melaporkan keadaan musuh kepada panglima
besar kaum muslimin, Rasulullah saw.
Rasulullah saw. memerintahkan
pasukannya untuk bersiaga dan para komandan diminta berkumpul untuk memusyawarahkan segala
sesuatu yang diperlukan.
Dalam musyawarah itu, sahabat
Rasulullah saw, Salman Al-Farisi, mengusulkan untuk menggali parit di
sekeliling kota Madinah dan kaum muslimin berlindung di balik galian parit itu.
Usulan itu diterima secara mufakat. Maka, sebanyak 3.000 sukarelawan Islam
bekerja siang dan malam untuk menggali parit sedalam 5 meter, selebar 6 meter,
dan sepanjang 12.000 meter.
Beberapa jalur dan jembatan dibuat di
atas parit dan beberapa penjaga ditugasi untuk mengawasi kedatangan pasukan
musuh. Di balik parit, dibangun pos-pos pertahanan yang di atasnya dijaga oleh pasukan pemanah.
Pasukan kaum musyrikin pun tiba. Mereka
melihat galian parit mengelilingi kota yang menyulitkan mereka untuk melintasi
dan menyerang orang-orang di seberang parit.
Abu Sufyan segera memanggil Hayy bin
Ahthab, pemimpin Yahudi dari Bani Nadhir, dan memintanya untuk menemui Ka'ab
bin Asad, pemimpin Yahudi dari Bani Quraizhah yang sedang bermukim di dalam
Madinah. Ka'ab bin Asad diminta untuk membuka lapang jalan orang-orang Yahudi.
Makar ini dimaksudkan agar orang-orang
musyrikin itu dapat menyusup ke dalam kota melalui jalan tersebut lalu
menyerang kaum muslimin.
Cara licik Abu Sufyan ini telah
diketahui sebelumnya. Rasulullah saw. telah mengambil langkah-langkah
pencegahan dengan menugaskan 500 prajurit untuk berpatroli di sekeliling kota.
Prajurit itu ditugasi untuk memelihara kota agar stabil dalam keadaan siaga dan
waspada. Mereka mewaspadai orang-orang yang datang dan pergi dari kota. Dengan
langkah pencegahan ini, persekongkolan warga kota dengan pihak musuh dapat
diatasi.
Ancaman bahaya serangan dari dalam kota
berhasil digagalkan dan pasukan sekutu itu tetap pada posisi mereka di seberang
parit. Mereka tidak berhasil mengecoh kaum muslimin.
Hingga tibalah suatu hari, lima orang
gagah berani dari pihak musuh melintasi parit. Kelima orang gagah berani itu
dipimpin oleh Amr bin Abdi Wud. Di atas kudanya ia berteriak lantang, "Hai
orang-orang yang mengaku penghuni Surga, di mana kalian semua? Majulah,
sehingga aku dapat mengirim kalian ke Surga".
Tidak satu pun dari kaum muslimin yang
menjawab tantangan itu, kecuali Ali bin Abi Thalib. Ia begitu cepat bangkit dan
maju mendekati orang itu. Dan setelah saling adu tantangan, Ali mengayunkan
pedangnya dengan sekali tebasan ke atas kepala Amr. Setelah Amr tersungkur tewas, Ali
mengumandangkan takbir, "Allahu Akbar!" .
Salah satu kawan Amr bin Abdi Wud
melarikan diri dan terjatuh ke dalam parit. Ali tidak memberikan kesempatan
kepada lawan dan segera menghabisinya. Sedangkan ketiga sahabat Amr yang lain berhasil melarikan diri dari
kejaran Ali.
Peristiwa di atas ini begitu menggugah
keimanan dan keberanian umat Islam, sebagaimana yang dikatakan Rasulullah Saw.,
"Sekali tebasan pedang Ali jauh lebih sebanding dengan ibadah 70 tahun
seluruh manusia dan jin".
Demi menjaga semangat pasukannya,
Khalid bin Walid bersama beberapa pasukan berkuda, pada hari berikutnya,
mencoba untuk melewati parit. Namun, pasukan muslimin terlalu tangguh untuk
mereka hadapi. Mereka hanya berusaha dengan cara mengepung kota.
Di tangah pengepungan, Na'im bin Mas'ud
yang terkenal dengan kecerdikannya memutuskan untuk masuk Islam. Rasulullah
saw. menyuruhnya agar merahasiakan keimanannya, hingga ia bisa memperdaya kaum
musyrikin dan menebarkan perpecahan di antara mereka dan kaum Yahudi.
Sama seperti Na'im, adalah Khuzaifah
Yamani menyusup di kegelapan malam ke
dalam jajaran musuh sampai menembus jantung kekuatan mereka. Di dalamnya ia
berusaha mengendurkan tekad perang, hingga berhasil mematahkan semangat juang mereka.
Sampai pada suatu malam, badai besar
berhembus, belum lagi udara yang semakin dingin menggigilkan. Tak pelak lagi,
semangat pasukan musyrikin menjadi luluh lantak. Ditambah perselisihan di
antara mereka semakin meluas setelah melihat mengepungan yang tidak membuahkan
hasil.
Sebelum terjadi perkembangan
pertempuran yang mengecewakan, Abu Sufyan segera meninggalkan medan tempur
secara diam-diam di kegelapan malam. Panglima musyrikin itu beserta pasukannya
kembali ke Makkah dengan perasaan malu dan hina.
Ketika pasukan muslimin terbangun di subuh hari,
mereka menyaksikan lasykar kafir telah
meninggalkan medan pertempuran. Ketika Rasulullah saw. mendengarkan
berita tentang kaburnya musuh, beliau memerintahkan pasukannya untuk
meninggalkan pos-pos pertahanan dan kembali ke kota.
Nasib Bani Quraizah
Setelah meraih kemenangan gemilang pada
perang Ahzab, Rasulullah saw. membawa pasukannya mendekati benteng pertahanan
Bani Quraizah. Pasukan Islam memaksa mereka menyerah, setelah mengepung benteng
mereka selama dua puluh lima hari.
Karena menderita kekalahan, Bani
Kuraizah memohon agar dapat meninggalkan kota Madinah. Akan tetapi Rasulullah
saw. menolaknya, sebab jika sampai lolos meninggalkan kota, mereka akan membuat
persekongkolan lagi dan menciptakan peperangan baru, sebagaimana Bani Nadzir
yang memicu untuk meletuskan perang Khandaq.
Akhirnya, orang-orang Yahudi yang licik
itu harus kecewa pada keputusan itu. Sa'ad bin Ma'adz menyampaikan maklumat
bahwa orang-orang yang berkhianat dan membantu pihak musuh selama pererangan
harus dibunuh dan harta kekayaan mereka harus dirampas.
Perjanjian Hudaibiyah
Derita kekalahan kafir Quraisy dan
kedigjayaan kaum Muslimin, khususnya penaklukan
Bani Mustaliq sampai menyebabkan mereka masuk agama Islam, telah
menggelapkan mata kaum kafir Quraisy.
Pada bulan Dzulqaidah tahun ke-7
Hijriah, Nabi Muhammad saw. beserta 14.000 lasykar Islam bergerak menuju Makkah
untuk menunaikan ibadah haji.
Kepergian Rasulullah saw. ke tanah suci
tidak hanya untuk keperluan ibadah saja, namun juga untuk kepentingan politik.
Haji beliau kali ini bertujuan untuk menjadikan status kewarganegaraan kaum
muslimin di semenanjung Arabia menjadi benar-benar diakui. Dengan demikian,
kaum muslimin berhak untuk bermukim di sepanjang tanah Arab tanpa harus takut
diusir.
Kaum kafir Quraisy menerima kabar bahwa
Rasulullah saw. akan berkunjung ke Baitullah Ka'bah. Mereka bersumpah di
hadapan berhala-berhala untuk tidak membiarkan beliau memasuki kota Makkah.
Kafir Quraisy mengutus Khalid bin Walid
beserta dua ratus pasukan berkuda untuk menghadang Rasulullah saw. bersama
pasukannya.
Saat itu, Rasulullah saw. telah sampai
di daerah Hudaibiyah melalui jalan berbeda untuk menghindari pertempuran dan
peperangan yang mungkin mengintai setiap saat. Segera beliau mengutus salah
seorang sahabat untuk mengintai pasukan Quraisy dan meyakinkan mereka, bahwa
Rasulullah saw. beserta kaum muslimin datang hanya untuk menunaikan ibadah haji
saja. Sahabat itu ditugaskan untuk meyakinkan para pemimpin Quraisy bahwa
kedatangan Rasulullah saw. kali ini tidak untuk berperang. Namun, mereka malah
berlaku kurang ajar terhadap utusan beliau.
Rasulullah saw. meminta baiat (sumpah
setia) kepada sahabat agar tetap setia dan rela berkorban kepada beliau di
bawah pohon. Ketika hal ini diketahui oleh kafir Quraisy, mereka sangat geram
sekaligus malu, sehingga diutuslah Suhail sebagai wakil mereka untuk berunding.
Kaum kafir Quraisy tidak menghendaki
kaum muslimin memasuki kota Makkah dan menunaikan ibadah haji pada tahun ini
dan segera pulang ke Madinah. Apabila mereka mau menunaikan haji pada tahun
depan, kaum muslimin tidak diperbolehkan untuk membawa senjata. Selama masa
haji itu, pihak Quraisylah yang bertanggung jawab atas keselamatan, keamanan harta dan jiwa
kaum muslimin.
Perjanjian ditandatangani dengan lima
butir kesepakatan, meskipun beberapa orang Islam kecewa. Puncak kekecewaan
mereka tunjukkan dengan keberatan terhadap keputusan-keputusan Rasulullah saw.
Mereka mengira bahwa penandatanganan perjanjian itu adalah suatu aib yang memalukan
umat Islam, khususnya pada satu butir kesepakatan yang menyatakan bahwa jika
seorang muslim lari dari Makkah lalu sampai di Madinah, maka ia akan
dipulangkan ke tempat asalnya. Sebaliknya, orang muslim Madinah yang masuk
Makkah tidak boleh kembali ke Madinah.
Kekecewaan itu sebenarnya tidak
berdasar. Mereka tidak mengerti bahwa keuntungan perjanjian itu sesungguhnya
merupakan awal dari penaklukan kota Makkah kelak.
4. Perang
Khaibar
Pada awal bulan Rabiul Awal tahun ke-7
Hijriah, Rasulullah saw. beserta 1.600 kaum muslimin bertolak dari Madinah
menuju Khaibar. Lasykar Islam di bawah komandan beliau menyerang musuh dengan
tiba-tiba dan dengan mudah merebut tanah Raji' yang terletak di antara Khaibar
dan Ghatafan.
Panglima besar laskar Islam Rasulullah
saw. menerapkan strategi militer yang jitu. Sehingga antara orang-orang Yahudi
Khaibar dengan orang-orang Arab Ghatafan tidak dapat saling membantu satu sama
yang lain.
Laskar Islam mengepung benteng Khaibar
pada malam hari. Mereka mengambil posisi di tempat strategis yang tersembunyi
di balik tanaman palem. Dengan mudah mereka menguasai lembah Khaibar. Kemudahan
ini berkat keberanian dan ketulusan mereka dalam berkorban.
Sayangnya, dua lembah strategis yang
menjadi markas kaum Yahudi tidak dapat dikuasai. Kaum Yahudi itu mempertahankan
benteng mereka mati-matian dengan melepaskan anak-anak panah ke arah pasukan
muslimin.
Rasulullah saw. memerintahkan Abu Bakar
memimpin pasukan tempur, namun tidak berhasil menaklukkan benteng itu. Pada
hari kedua, Umar Bin Khatab ditunjuk sebagai komandan tempur, namun tidak juga
berhasil. Di seberang sana, kaum Yahudi Khaibar terus saja memperolok kaum
muslimin.
Melihat kegagalan kaum muslimin
menaklukkan benteng tersebut, Rasulullah saw. bersabda, "Besok aku akan
memberikan bendera Islam ini kepada orang yang hanya kembali bila benteng
pertahanan Yahudi itu telah dikuasai".
Seluruh sahabat menantikan fajar tiba
untuk menyaksikan siapa gerangan orang yang beruntung itu. masing-masing
memimpikan menjadi pemegang bendara esok hari.
Pada pagi harinya, Rasulullah saw.
memanggil Ali. Beliau menyerahkan bendera Islam itu kepadanya dan
menugaskannya untuk menaklukkan lembah Khaibar. Rasulullah saw. berdoa untuk
kesuksesan Ali.
Ali menerima tugas ini dengan penuh
semangat. Ia bersama pasukannya bergerak
mendekati pintu gerbang Khaibar. Pintu gerbang itu dijaga oleh dua saudara yang
gagah berani, Haris dan Marhab. Mereka menyerang pasukan Ali dengan garang
sampai tunggang langgang menyelamatkan dirinya masing-masing.
Sebagai komandan perang, Ali segera
menghadang kedua bersaudara itu. Dengan kegagahan dan keperkasaannya, ia mampu
menghempaskan kedua orang Yahudi itu.
Kematian mereka membuat orang-orang
Yahudi yang berada di balik benteng menjadi ketakutan dan panik. Mereka cepat-cepat
menutup pintu gerbang dan bersembunyi di baliknya. Pasukan muslimin yang
tadinya kocar-kacir melarikan diri, setelah melihat keunggulan Ali, segera
kembali dan bersiaga di belakang sang komandan. Ali maju mendekati pintu
gerbang itu dan mengangkatnya lepas dari
benteng.
Sementara kaum Yahudi tercengang
menyaksikan kekuatan dan keberanian Ali hingga mereka menyerah takluk, Ali
melemparkan pintu itu ke atas parit untuk dijadikan jembatan
yang kemudian dilintasi pasukan muslimin. Demikianlah mereka berhasil
dengan mudah memasuki dan menduduki Khaibar, benteng kokoh orang-orang Yahudi
itu.
Sama seperti kaum Yahudi, kaum muslimin
pun takjub di hadapan kekuatan Ali. Mereka bertanya-tanya satu sama lain,
bagaimana Ali bisa melakukannya. Tujuh orang muslim sempat mengangkat pintu
itu, namun tidak sedikitpun bergeser.
Tentang kekuatannya, Ali menuturkan, "Aku
tidak mampu menjebol gerbang itu dengan kekuatan manusia biasa. Tapi aku
melakukannya dengan kekuatan Allah swt.".
Akhirnya, pasukan muslimin menguasai
seluruh benteng yang ada di sekitar Khaibar dan menaklukkan orang-orang Yahudi.
Sisa-sisa orang Yahudi memohon kepada Rasulullah saw. untuk diperbolehkan
tinggal. Mereka ingin tetap dapat mengolah tanah tersebut untuk pertanian dan
perkebunan. Mereka berjanji akan menyumbangkan setengah dari hasil panen itu
kepada kaum muslimin. Beliau mengabulkan permohonan itu.
Tanah Fadak
Berita tentang penaklukan Khaibar
terdengar oleh orang-orang Yahudi yang bermukim di Fadak. Mereka menjadi sangat
risau dan ketakutan. Orang-orang Fadak itu mengutus wakil mereka untuk bertemu
dengan Rasulullah saw. dengan membawa
pesan akan perlunya dibuat suatu perjanjian. Lalu mereka menyerahkan separuh
wilayah Fadak kepada beliau yang kemudian dihadiahkannya kepada putrinya, Fatimah
agar dapat dikelola untuk menutupi kebutuhan rumah tangganya dan keperluan
orang-orang miskin.
Sesudah perang Khaibar, Rasulullah saw.
bertolak menuju Wadi Qura (lembah Qura) yang menjadi pusat pemukiman
Yahudi. Beliau dan pasukan muslimin mengepung pemukiman itu dan begitu cepat
ditaklukkan. Beliau berjanji untuk mengembalikan tanah Yahudi itu kepada
pemiliknya, dengan syarat bahwa separuh dari hasil pertanian itu harus
diserahkan kepada kaum muslimin. Hal ini berlaku sebagaimana pengembalian tanah
di lembah Khaibar, yakni separuh hasil pertanian itu harus diserahkan kepada
kaum muslimin.
Perjanjian ini dilakukan untuk
mengaktifkan sektor ekonomi dan mampu menghasilkan kesejahteraan umat Islam,
sehingga mereka dapat mempersiapkan diri dan hartanya jika ada seruan perang.
5. Perang
Mu'tah
Sebelum meletusnya perang Mu'tah,
Rasulullah saw. mengutus Harits bin Umair kepada penguasa Syiria dengan maksud
mengajaknya menerima Islam. Namun pihak penguasa berlaku kurang ajar. Mereka
menahan dan membunuh duta Islam itu.
Setelah peristiwa ini, Rasulullah saw.
masih mengutus 16 duta Islam (da'i) untuk mengajak penguasa Syiria dan
rakyatnya kepada Islam. Sayangnya, mereka juga dibunuh. Dari 16 orang duta itu,
hanya satu orang yang mampu meloloskan diri dan kembali ke Madinah.
Sesampainya di Madinah, duta itu
segera melapor kepada Rasulullah saw.
Beliau sangat terpukul mendengar hal itu. Pembantaian terhadap para duta itu
membuat beliau mengeluarkan perintah untuk berjihad. Beliau menghimpun 3.000
pasukan pada Jumadil Tsani tahun 8 Hijriah.
Sebelum pasukan muslimin meninggalkan
Madinah, Rasulullah saw. memberikan pengarahan kepada mereka:
"Yang akan memimpin pasukan
pertama kali adalah Ja'far bin Abi Thalib, jika sesuatu menimpanya, maka tampuk
kepemimpinan diserahkan pada Zaid bin Haritsah. Dan jika terjadi sesuatu pada
Zaid, maka Abdullah bin Rawahah yang menjadi pimpinan kalian. Dan jika Abdullah
bin Rawahah juga menjumpai kesyahidannya, maka pilihlah komandan di antara
kalian".
Setelah mendapatkan pengarahan dari penglima
besar mereka, berangkatlah pasukan itu di bawah komando Ja'far bin Abi Thalib.
Ketika pasukan muslimin sampai di dekat kota Ma'an, mereka mendapat berita
bahwa Kaisar Romawi telah mengirim 100.000 pasukannya ditambah 100.000 orang
Arab yang berada di bawah kekuasaannya.
Perang Yang Tak Seimbang
Lasykar musuh yang berjumlah 200.000
pasukan itu berhadapan dengan 3.000 pasukan muslimin. Maka perang pun tak lagi
terelakkan. Ja'far bin Abu Talib bertempur dengan gagah berani sampai darah
penghabisan. Ia gugur sebagai syahid.
Pucuk komando segera diambil oleh Zaid
bin Haritsah. Zaid pun bertempur dengan gagah berani. Namun, ia pun mati
syahid. Setelah gugurnya Zaid, Pasukan muslimin dipimpin oleh Abdullah bin
Rawahah yang juga berakhir dengan kesyahidannya.
Dengan gugurnya para komandan mereka
yang gagah berani itu, kaum muslimin segera memilih Khalid bin Walid untuk
memimpin pasukan. Khalid segera menarik pasukannya dari medan pertempuran dan
menyelamatkan prajurit dari medan tempur.
Pada sore harinya, Khalid merencanakan
penarikan seluruh pasukan dari medan pertempuran dan memimpin mereka bergerak
kembali ke Madinah.
Penaklukan Kota Makkah
Penarikan mundur pasukan muslimin dari
medan pertempuran Mu'tah telah membuat kafir Quraisy semakin berani dan congkak.
Mereka berfikir bahwa kaum muslimin telah kehilangan daya dan kekuatan tempur.
Oleh karena itu, mereka mengkhianati perjanjian Hudaibiyah. Dengan bantuan
sekutu-sekutunya, mereka menyerang dan membunuh banyak kaum muslimin dari Bani
Thaif.
Abu Sufyan tahu betul bahwa kaum
muslimin tidak akan tinggal diam dan mereka segera mengirimkan jawaban atas
pengkhianatan ini. Abu Sufyan pun berharap bisa bertemu dengan Rasulullah saw.
di Madinah dan meminta maaf atas aksi tersebut.
Masih di hadapan Rasulullah saw., Abu
Sufyan meminta agar beliau tetap mau
memegang perjanjian Hudaibiyah. Akan tetapi, beliau menampik permintaan itu,
sehingga Abu Sufyan kembali ke Makkah dengan kecewa.
Segera Rasulullah saw. memerintahkan
pasukannya untuk siaga. Sebanyak 10.000 lasykar
muslimin menyatakan siap sedia untuk mengambil bagian dalam peperangan
selanjutnya. Beliau menugaskan sejumlah prajurit agar berjaga-jaga di
sekeliling kota untuk mencegah siapa saja yang hendak meninggalkan kota dan
meyebarkan berita kepada kafir Quraisy dalam hal ini.
Tetapi, seorang pengkhianat keji
bernama Hatib membocorkannya kepada kaum musyrik Makkah. Dengan dalih risau
akan keselamatan keluarganya, Hatib mengutus seorang kurir wanita untuk
menyebarkan berita ini.
Niat busuknya segera diketahui. Surat
yang berisi bocoran tentang persiapan kaum muslimin berhasil digeledah.
Rasulullah saw. memerintahkan seluruh kaum muslimin untuk melakukan pemboikotan
sosial terhadap Hathib, si pengkhianat Islam. Sesungguhnya hukuman boikot itu
lebih berat daripada hukuman mati.
Pada hari ke-10 Ramadhan tahun ke-8 H,
Rasulullah saw. memerintahkan pasukannya dan sebagian kaum muslimin untuk
bergerak cepat. Mereka harus sampai di kota Makkah dalam waktu satu minggu.
Beliau beserta pasukan dan seluruh kaum muslimin yang menyertai beliau
mendirikan tenda di dekat kota Makkah.
Rasulullah saw. memberikan komando
kepada pasukan muslimin untuk berpencar pada malam hari dan menyalakan api
unggun di mana-mana. Pihak musuh berfikir bahwa sebuah pasukan besar telah tiba
dari Madinah. Musuh pun menjadi ketakutan. Mereka menyangka bahwa pasukan dalam
jumlah raksasa akan menyerang.
Malam harinya, gurun di sekeliling kota
Makkah menjadi terang benderang dengan nyala api unggun di mana-mana. Suara
riuh dan slogan-slogan kaum muslimin berkumandang, unta-unta dan kuda-kuda
meringkik. Ketika Abu Sufyan beserta sekelompok Quraisy menyaksikan hal ini, ia
merinding ketakutan. Ia menyampaikan kepada kaumnya bahwa ia tidak pernah
menyaksikan pasukan sebesar ini selama hidupnya.
Dari sana, Abu Sufyan menjumpai Abbas
bin Abdul Muthalib untuk meminta pendapatnya. Dengan maksud untuk berdamai,
Abbas membawanya datang untuk menemui Rasulullah saw., sang panglima tertinggi
kaum muslimin.
Demi kemaslahatan dan kejayaan Islam,
Rasulullah saw. mengatakan kepada Abu Sufyan agar dapat meyakinkan penduduk
kota Makkah, bahwa siapa saja yang
mencari perlindungan hendaknya memasuki rumah Abu Sufyan. Setelah mendengar
pandangan Rasulullah saw., ia bertolak kembali ke Makkah dengan membawa ampunan
dari beliau.
Sesampainya di Makkah, Abu Sufyan
mengingatkan warga kota bahwa kaum muslimin akan datang dengan pasukan raksasa.
Untuk menghindari pertumpahan darah, maka sebaiknya mereka menyerah dan
membiarkan kaum muslimin memasuki kota Makkah.
Akhirnya kota Makkah dapat dikuasai
dengan damai tanpa adanya pertumpahan darah.
Pengampunan Umum
Sekelompok kaum muslimin, khususnya
para pengungsi yang pernah diperlakukan secara kejam oleh Quraisy, berniat
menuntut balas terhadap orang-orang Makkah yang menyiksa dan mengusir mereka
dari kota.
Akan tetapi, Rasulullah saw.
mengumumkan "Pengampunan Umum" untuk warga Makkah, bahkan untuk
mereka yang telah melakukan penyiksaan dan pengusiran terhadap kaum muslimin.
Setelah merobohkan semua patung dan
berhala satu persatu, Rasul saw. memerintahkan Bilal untuk menaiki Ka'bah dan
mengumandangkan gema Tauhid di atasnya:
"Allahu Akbar,
"La ilaha illallah,
"Muhammad rasulullah".
6. Perang
Hunain
Setelah kejatuhan pusat kekuatan kaum
musyrikin di tangan kaum muslimin, para penyembah berhala itu tetap
diperbolehkan tinggal di sekeliling Ka'bah. Mereka merasa malu dan bagitu
ketakutan. Oleh karena itu, mereka mengundang kabilah masing-masing untuk
berkumpul.
Mereka memutuskan bahwa untuk
mengalahkan kaum muslimin, hendaknya mereka bersekutu dalam menghancurkan
pasukan muslimin itu. Dalam pertemuan itu, diputuskanlah kepala kabilah Hawazan
sebagai panglima mereka.
Mendengar berita ihwal pertemuan itu,
Rasulullah saw. mengirimkan seorang mata-mata untuk mengintai keadaan musuh dan
mencari informasi tentang kesepakatan perang yang ditandatangani oleh
kabilah-kabilah itu. Mata-mata itu berhasil mendapatkan informasi dan segera
melaporkannya kepada beliau.
Persiapan Menjelang Perang Hunain
Mendapatkan berita tentang rencana
penyerangan tersebut, Rasulullah saw. tidak tinggal diam. Panglima besar kaum
muslimin itu segera memerintahkan pasukannya untuk bersiaga dan bergerak menuju
lembah Hunain. Para pejuang itu bergerak pada 5 Syawal tahun 8 H.
Malik, panglima tentara kafir, mengutus tiga orang
prajuritnya untuk memata-matai pasukan muslimin. Mereka menyaksikan kehebatan
pasukan muslimin dan melaporkan hasil pengintaiannya itu kepada Malik. Ia
merasa bahwa mereka tidak memiliki daya untuk menghadapi pasukan muslimin. Ia
lalu memerintahkan pasukannya untuk menaiki bukit yang berada di lembah itu,
sehingga mereka mendapatkan posisi yang strategis. Dari puncak bukit itu mereka
berencana untuk menyergap jika pasukan
musuh terlihat.
Pasukan muslimin tiba di lembah Hunain
pada malam Selasa tanggal 10 Syawal. Pasukan Islam beristirahat di tempat itu.
Rencananya, mereka akan bergerak memasuki lembah Hunain pada subuh hari.
Pihak musuh yang telah siaga menyambut
kedatangan mereka dengan bersembunyi di balik ilalang. Setelah melihat musuh
menampakkan diri, mereka lalu menyergap dari empat arah.
Di tengah kegelapan malam, kuda-kuda
yang ditunggangi pasukan muslimin itu membuat kegaduhan. Kegaduhan ini menjadi
ramai oleh sekitar 2.000 muallaf (muslim baru). Para muallaf itu melarikan
diri, dipimpin oleh Khalid bin Walid. Pelarian diri itu telah membuat musuh
menjadi tambah semangat untuk menceraiberaikan pasukan muslimin.
Hanya 10 orang sahabat yang bersiaga di
samping Rasulullah saw. Merekalah yang membela beliau dari ancaman pedang
musuh. beliau memerintahkan mereka untuk lari mencari pertolongan. Abbas
berteriak dengan suara lantang, memanggil sahabat-sahabat yang melarikan diri
itu. Musuh yang pada awalnya meraih kemenangan itu, lambat laun menjadi lemah
akibat kembalinya pasukan muslimin yang melarikan diri tadi.
Walhasil, benteng pertahanan musuh
dihancurkan. Musuh lari tunggang langgang meninggalkan peralatan tempur mereka.
Rasulullah saw. memerintahkan beberapa orang sahabat untuk mengejar musuh yang
melarikan diri sehingga mereka menjadi tidak berdaya. Maksud pengejaran ini
adalah agar tidak tersisa lagi musuh yang bisa melakukan perlawanan militer di
kemudian hari.
Para sahabat yang mengejar musuh itu
berhasil menunaikan tugas mereka. Atas keberhasilan pasukan muslimin
menaklukkan musuh, Rasulullah saw. kemudian membagikan harta rampasan perang
kepada kaum muslimin.
7. Perang
Tabuk
Pada bulan Rajab tahun ke-9 H,
Rasulullah saw. menerima laporan bahwa kaum muslimin yang bermukim di barat
daya perbatasan Arabia, mendapat ancaman dari kekaisaran Romawi dan bermaksud
untuk menyerang wilayah-wilayah Islam.
Setelah mempersiapkan pasukan,
Rasulullah saw. mengumumkan rencananya kepada khalayak ramai. Cara ini berbeda
dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat sebelumnya. Dahulu, beliau merahasiakan
niatnya. Kali ini beliau memberitahukan kepada khalayak secara terbuka.
Masyarakat mempersembahkan segala
sesuatu yang diperlukan oleh pasukan muslimin. Mereka dengan antusias dan penuh
semangat mengorbankan harta, bahkan kaum wanita merelakan simpanan perhiasan
mereka untuk digunakan dalam peperangan.
Makar Kaum Munafik
Bersamaan dengan bergeraknya pasukan
muslimin, orang-orang munafik mulai menebarkan
hasutan, menciptakan semangat anti perang dan menanamkan rasa takut
dalam diri pasukan muslimin akan kehebatan pasukan Romawi.
Mereka melakukan berbagai cara, di
antaranya ialah membangun sebuah masjid
dengan nama "Masjid Dirar" sebagai pusat penyebaran propaganda anti perang itu. Mereka berharap
agar orang-orang tidak ambil bagian dalam
jihad itu.
Syukurlah, berkat kesigapan dan
ketegasan, Rasulullah saw. berhasil menggagalkan persekongkolan orang-orang
munafik itu.
Atas perintah Rasulullah saw, rumah
tempat berkumpulnya orang-orang Yahudi dan kaum munafik itu dibakar oleh massa.
Dengan cara demikian ini, persekongkolan yang mereka galang berhasil ditumpas.
Persiapan Perang Tabuk
Sebanyak 30.000 pasukan muslimin
meninggalkan kota Madinah. Jumlah pasukan ini adalah yang terbesar dari yang
sebelumnya. Rasulullah saw. sendiri yang menjadi panglima pasukan itu. Beliau
memeriksa persiapan-persiapan pasukannya. Setelah itu, panglima muslimin itu
berpidato di depan pasukannya.
Beliau menunjuk Ali bin Abi Talib
sebagai wali kota di Madinah selama kepergiannya beserta pasukan muslimin ke
Tabuk.
Mereka tiba di padang Tabuk yang panas
membara setelah menempuh perjalanan sejauh 600 kilometer. Namun, mereka
terkejut setibanya di tempat itu. Mereka tidak melihat tanda-tanda kedatangan
pasukan Romawi.
Sepertinya, pihak musuh telah
mengetahui gerakan pasukan muslimin yang penuh semangat untuk mati syahid.
Pemimpin Romawi memutuskan untuk menarik mundur pasukannya dari arah utara.
Pasukan muslimin berdiam di Tabuk
selama 20 hari sebelum kembali ke Madinah, tanpa terjadi pertempuran apa pun.
Persekongkolan Kaum Munafik
Sekembalinya dari Tabuk, sekelompok
orang munafik memendam niat jahat terhadap Rasulullah saw. Mereka bermaksud
untuk membunuh panglima orang-orang pencinta kebenaran itu. Kaum munafik yang
ikut serta dalam perjalanan ke Tabuk itu hanyalah didorong oleh rasa takut
kepada kaum muslimin lainnya.
Mereka hendak menakut-nakuti unta
tunggangan Rasulullah saw. dengan bersembunyi di balik bukit. Bila beliau
terjatuh, mereka mudah membunuhnya. Tapi niat keji itu tersingkap dan membuat
orang-orang munafik melarikan diri. Pasukan muslimin ingin segera menghabisi
hidup kaum munafik itu, namun Rasulullah saw. meminta mereka untuk
membiarkannya.
Sekembalinya dari Tabuk, Rasulullah
saw. memerintahkan kaum muslimin untuk menggusur Masjid Dhirar. Perintah ini
beliau sampaikan setelah menerima wahyu dari Allah swt.
Peperangan Tabuk merupakan unjuk
kekuatan pasukan muslimin. Seluruh kaum muslimin mengambil bagian dalam
pertempuran ini.
Melihat kekuatan yang begitu besar,
negara-negara tetangga dan orang-orang kafir menjadi enggan terlibat dalam persekongkolan untuk
merongrong pemerintahan Islam.
Pembersihan Orang-orang Kafir
Hingga tahun ke-9 H, orang-orang kafir
masih menunaikan ibadah Haji sesuai dengan kebiasaan nenek moyang mereka. Pada
tahun yang sama, surat Al-Bara'ah atau At-Taubah diturunkan.
Rasulullah saw. mempercayakan surat itu
kepada Ali dibacakan di hadapan orang-orang kafir Makkah. Beliau memerintahkan
Ali untuk menyampaikan, "Tidak diperbolehkan orang-orang kafir memasuki
rumah suci Ka'bah, terhitung sejak hari ini. Dan mulai hari ini, tidak diperbolehkan untuk
melaksanakan ibadah di sekitar Ka'bah dengan telanjang".
Sesuai perintah Rasulullah saw., Ali
berangkat menuju Makkah dan membacakan surat Al-Bara'ah yang baru saja
diturunkan, dan ditujukan kepada orang-orang kafir itu agar menghentikan
kemusyrikan mereka.
Di tengah para jemaah haji di sana, Ali
menyerukan, "Wahai sekalian manusia, tidak akan ada orang kafir yang
masuk surga, tidak akan ada orang musyrik yang berhaji setelah tahun ini, tidak
akan ada orang telanjang yang bertawaf, dan siapa saja yang punya perjanjian
damai dengan Rasulullah, maka ia punya kesempatan sampai berakhirnya masa
perjanjian itu".
Mubahalah (Saling Memohon Kutukan dari Allah swt.)
Rasulullah saw. mulai mengirimkan surat
kepada penguasa-penguasa yang ada di dunia. Beliau mengirimkan surat kepada
keuskupan di Najran dan mengajak orang-orang Nasrani yang ada di sana untuk
memeluk Islam. Bila menolak, mereka diharuskan untuk membayar jizyah
(pajak) sebagai bentuk dukungan mereka kepada pemerintahan Islam.
Sang uskup telah membaca ihwal
kedatangan seorang nabi baru setelah Isa putra Maryam as. Dia juga mengetahui
kedatangannya melalui Kitab Suci Nasrani (Injil). Kemudian dia segera
mengirimkan utusan ke Madinah untuk membuktikan kebenaran berita itu.
Sesampainya di Madinah, mereka memulai
dialog dengan Rasulullah saw. Pada kesempatan itu, beliau menjelaskan
ajaran-ajaran Islam yang lurus, sementara mereka menanyakan ihwal Nabi Isa
Al-Masih as., "Apakah ia anak Allah ataukah anak Maryam?
Rasul saw. menjawab, "Sesungguhnya
Isa Al-Masih tidak lain adalah rasul Allah, sama seperti rasul-rasul yang telah
mendahuluinya, dan ibunya adalah wanita tepercaya. Mereka berdua memakan
makanan" (QS. Al-Imran:59), "Dan ihwal Isa di sisi Allah seperti
Adam yang telah diciptakan Allah dari tanah, lalu berkata kepadanya, 'Jadilah',
maka terjadilah" (QS. Al-Imran: 61).
Namun, utusan Najran sebanyak 60 orang
itu tetap saja menolak untuk beriman kepada Rasul saw.
Malaikat Jibril as. turun menyampaikan
wahyu dari Yang Maha Kuasa kepada Nabi saw. Dalam wahyu tersebut, Allah
menyerukan beliau dan orang-orang Najran untuk bermubahalah, yakni memohon
kepada Allah swt. agar mengutuk siapa yang sebenarnya berdusta.
Ketika saat mubahalah itu tiba,
Rasulullah saw. hanya membawa empat orang keluarganya dari Ahlul Bait: Ali,
Fatimah, Hasan dan Husein. Sewaktu orang-orang Nasrani itu melihat beliau
datang beserta rombongan pilihannya, pemimpin Nasrani itu berkata, "Demi
Tuhan! Saya meyaksikan wajah-wajah mereka, yang jika mereka (orang-orang
Nasrani) mengutuk Nabi bersama rombongannya, maka gurun sahara itu akan menjadi
neraka dan akan meluas sampai ke wilayah Najran. Orang-orang Nasrani akan
musnah oleh siksaan dan azab ini".
Akhirnya, mereka setuju untuk membayar
pajak. Diputuskan bahwa orang-orang Nasrani akan membayar sebanyak 2.000 Hullas
(jubah) dan 30 busur panah kepada kaum muslimin.
Haji Wada' (Perpisahan)
Pada 25 Zulhijah tahun ke-10 Hijriah,
Nabi saw. mengumumkan akan menunaikan haji tahun itu Beliau berpesan, bahwa
siapa saja yang mau menyertainya segera mempersiapkan diri.
Berita ini menciptakan semangat dan
kegembiraan di kalangan kaum muslimin. Bersama Nabi saw., mereka mempersiapkan
diri menyambut pesan beliau itu. Beliau
menunjuk Abu Dujana sebagai wakil beliau di Madinah. Setelah itu, beserta sahabat-sahabat lainnya beliau
bergerak menuju Makkah.
Rasulullah saw. memulai pelaksanaan
rukun ibadah haji di Zulhulaifah dan melantunkan Labbaik. Dari
Zulhulaifah beliau bertolak menuju Makkah.
Setelah sepuluh hari tiba di
Makkah, Rasulullah saw. memasuki
Masjidil Haram dan melaksanakan rukun-rukun haji lainnya. Hari berikutnya,
beliau menyampaikan pidato di Mina. Beliau bersabda, "Kita membutuhkan
kemapanan dalam pemerintahan Islam".
Ghadir Khum
Selekas menunaikan ibadah haji,
tepatnya pada hari Kamis, 18 Zulhijah, Rasul saw. tiba di dekat ladang Juhfa.
Pada saat itu, Malaikat Jibril as. menyampaikan wahyu dari Tuhan yang harus
beliau sampaikan. Segera Rasulullah saw. mengumpulkan para sahabat dengan mengatakan
bahwa beliau akan mengumumkan suatu pesan yang sangat penting.
Ratusan jamaah Haji berkumpul pada
pelaksanaan acara pidato Rasulullah
saw. Telinga mereka dipasang baik-baik untuk mendengarkan pesan yang akan
disampaikan beliau, "Segala puji dan puja bagi Allah Yang Maha Kuasa.
Hanya kepada-Nya kita meminta pertolongan dan keimanan, Dialah tempat tumpuan
hajat manusia. Aku (Muhammad saw.) bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah.
Dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.
"Wahai kaum muslimin! aku
(Muhammad) segera meninggalkan kalian semua dan kutinggalkan dua wasiat yang
berharga kepada kalian, yaitu Al-Qur'an dan Ahlul Baitku. Keduanya tidak akan
terpisah satu sama lain sampai kalian menjumpaiku di telaga Kautsar (pada Hari
Pengadilan). Oleh karena itu, jagalah mereka dan jangan kalian tinggalkan. Jika
kalian tinggalkan wasiat ini, maka kalian akan binasa."
Kemudian beliau meraih tangan Ali bin
Abi Thalib dan mengangkatnya seraya bersabda: "Barang siapa yang
menjadikan aku sebagai pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpin kalian
sepeninggalku. Ya Allah! cintailah orang-orang yang mencintai Ali dan musuhilah
orang-orang yang memusuhi Ali. Lindungilah orang-orang yang melindungi Ali dan
binasakanlah orang-orang yang membinasakan Ali".
Detik-detik Terakhir
Setelah melakukan perjalanan yang
melelahkan itu, Rasulullah saw. jatuh sakit. Sekelompok orang memanfaatkan
keadaan, dan nabi-nabi palsu pun bermunculan. Setelah Rasulullah saw. mendengar
berita ini, beliau memerintahkan untuk memerangi mereka.
Suatu hari, Nabi saw. yang dalam
keadaan payah dibantu oleh Ali bin Abi Thalib guna berziarah ke kuburan
sahabat-sahabatnya yang telah gugur di pekuburan Baqi. Setelah itu, beliau
meminta Ali untuk membawanya pulang.
Hari demi hari berlalu, sakit Rasul saw.
bertambah serius dan parah, hingga insan kamil itu menghembuskan nafasnya yang
terakhir di pangkuan Ali. Manusia suci itu telah kembali menghadap kekasihnya
Yang Mahakasih pada hari Senin 28 Safar
tahun ke-11 H. Mangkatnya beliau menyebabkan dunia Islam berkabung dan
berduka.[]
Mutiara
Hadis Rasulullah saw.
·
"Seburuk-buruk manusia di hadapan
Allah swt. adalah seorang alim yang tidak mengamalkan ilmunya dan tidak
mengambil manfaat dari ilmu yang dimikinya".
·
"Semulia-mulia rumah adalah rumah
yang di dalamnya anak-anak yatim
disantuni dengan kasih sayang dan cinta".
·
"Orang-orang yang beriman pada
Allah swt, Hari Akhir dan janji-janji Allah swt. hendaknya menunaikan amanat
dan janjinya".
·
"Tatapan seorang anak kepada orang tuanya karena kasih sayang adalah
ibadah".
"Sahabat yang berbudi luhur dan mulia
sungguh lebih berharga daripada harta
benda".
0 comments:
Post a Comment