Nama : Ali
Gelar : Ali Zaibal
Abidin
Panggilan : Abu Muhammad
Ayah : Husein bin Ali
Ibu : Syah Zanon
Kelahiran : Madinah, 5 Sya’ban 38 H
Masa Imamah : 10 Tahun
Usia : 57 Tahun
Wafat :
25 Muharram 95 H
Makam :
Pemakaman Baqi, Madinah
Hari Lahir
Pada masa
pemerintahan khalifah kedua, Umar bin Khattab, kaum muslimin berhasil
menaklukkan negeri Persia (Iran). Atas
kemenangan ini, lasykar Islam memboyong tawanan-tawanan perang ke Madinah
Al-Munawwarah, termasuk di antara mereka putri
Yazdijard, raja Kisra Persia .
Tatkala
kaum muslimin berkumpul di masjid,
Khalifah Umar bermaksud menjual putri raja tersebut. Namun, Imam Ali as. memberi isyarat agar ia tidak
melakukan hal itu, mengingat bahwa putri-putri raja tidak diperjualbelikan,
sekalipun mereka itu kafir. Lalu beliau mengatakan, "Biarkan dia memilih
seorang laki-laki untuk menjadi suaminya. Dan siapa saja yang dipilihnya, maka
kawinlah dengannya!".
Sang putri
raja itu menjatuhkan pilihannya kepada junjungan kita Imam Husein bin Ali as.
sebagai pasangan hidupnya. Amirul
Mukminin Ali as. berwasiat kepada anaknya agar memperlakukannya dengan baik dan
santun.
Beliau mengatakan, "Wahai Aba Abdillah (Husein), ketahuilah bahwa dia kelak akan melahirkan sebaik-baik
penduduk dunia".
Ya, dari
rahim wanita bangsawan inilah putra pertama Imam Husein yang bernama Ali itu lahir. Pernah
sang ayah memanggilnya dengan nama Ibn Khairatain (anak dari dua
kebaikan), karena dalam nadinya mengalir darah dari dua bangsa; Arab
Quraisy Bani Hasyim dan Ajam Persia.
Perangai Imam Ali
Zainal Abidin as.
Farazdaq,
seorang pujangga Arab tersohor pernah melukiskan Imam Ali Zainal Abidin as. Dia
lekali yang tampan. Dari tubuhnya menebar bau harum segar. Pada dahinya terdapat
bekas sujud. Karenanya, orang-orang mengenal beliau dengan gelar As-Sajjad
(yang banyak bersujud).
Putra
beliau, Imam Muhammad Al-Baqir as. pernah bercerita, "Sesungguhnya ayahku
Ali bin Husein as, apabila tiba musim
dingin, dia menyedekahkan pakaiannya kepada faqir-miskin, begitu pula jika
datang musim panas, beliau melakukan hal
yang sama".
Masyhur
bahwa Imam Ali Zainal Abidin as. senantiasa mencuci dan memakai sebaik-baik
pakaian ketika hendak melakukan salat, serta menaburkan wewangian. Orang-orang
seringkali menjumpainya memanjatkan doa, munajat, dan menangis.
Salah
seorang sahabat beliau bernama Tawus Al-Yamani menuturkan, “Aku melihat seorang
laki-laki sedang melakukan salat di Masjid Haram. Di
samping Ka'bah ia berdoa sembari menangis. Kuhampiri ketika ia telah
menyelesaikan salatnya, ternyata dia Ali bin Husein as.
Aku
menyapa, “Wahai putra Rasulullah, kulihat Anda menangis, bukankah Anda putra
Rasul Allah?!"
Beliau
menjawab, “Meskipun aku putra Rasul Allah, namun apakah dia akan menjamin
keselamatanku dari azab Allah, sedangkan Allah telah berfirman, 'Ketika itu
tidak ada lagi ikatan keluarga antara mereka'.
"Sesungguhnya
Allah menciptakan surga bagi siapa saja
yang berbakti kepada-Nya dan berbuat baik, sekalipun dia itu seorang hamba
Habasyi (berkulit hitam), dan menciptakan neraka bagi siapa saja yang
bermaksiat kepada-Nya dan berbuat buruk, sekalipun dia itu seorang tuan dari
Quraisy".
Imam Ali
Zainal Abidin as. telah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah sebanyak 20 kali
dengan berjalan kaki.
Kepada para
sahabatnya beliau berwasiat supaya
menunaikan amanat dan berkata, “Demi Dia yang telah mengutus Muhammad di atas kebenaran! Seandainya pembunuh Husein
as. mengamanatkan kepadaku sebilah pedang yang telah digunakannya untuk memenggal
beliau, sungguh akan kuserahkan kembali
kepadanya".
Imam Ali
Zainal Abidin juga mewasiatkan kepada
mereka agar berusaha memenuhi kebutuhan orang lain. “Sesungguhnya Allah swt.
mempunyai hamba yang bekerja guna memenuhi hajat manusia, merekalah yang beriman pada Hari Kiamat, maka barangsiapa
yang membenamkan kegembiraan ke dalam hati seorang mukmin, kelak Allah swt.
membahagiakan hatinya pada Hari Kiamat".
Pada suatu
hari, Imam Ali Zainal Abidin as. pernah duduk bersama sebagian sahabatnya.
Tiba-tiba datang seorang lelaki dari keturunan bibinya, lantas mencaci makinya
dan melontarkan kata-kata kasar. Beliau tidak menjawab sampai lelaki itu
menghentikan kata-katanya dan pergi.
Kemudian
Imam berkata kepada sahabat- sahabatnya,
“Kalian dengar apa yang dikatakan lelaki tadi, saya lebih suka kalian
bersamaku hingga mendengarkan jawabanku padanya. Lalu mereka berdiri bersama
Imam dan mengira bahwa Imam akan membalas dengan perbuatan yang serupa.
Imam
mengetuk pintu orang tersebut. Lelaki
itu pun keluar dengan penuh hati-hati dan kesiagaan. Sementara itu,
Imam berkata dengan santun, “Wahai
saudaraku, sungguh telah kau katakan sesuatu padaku, seandainya benar apa yang
kau katakan, aku memohon ampunan kepada Allah, namun jika semua itu tidak
benar, semoga Allah memberikan ampunan
kepadamu".
Lelaki itu
terpengaruh akan budi bahasa beliau. Seketika itu pula ia menyesali perbuatannya, dan Imam
mengabulkan permohonan maafnya.
Pada
kesempatan lain, Imam Ali zainal Abidin menjenguk Muhammad bin Usamah bin Zaid
yang sedang jatuh sakit. Melihat Muhammad menangis, Imam bertanya, “Gerangan apa yang membuatmu
menangis?
Muhammad
menjawab, “Aku dililit hutang".
"Berapa
jumlah hutangmu?", tanya Imam.
"15.000
Dinar", jawab Muhammad.
Imam
berkata, “Serahkan kepadaku", lalu
beliau melunasi hutang tersebut.
Di tengah
malam yang sunyi, Imam Ali Zainal Abidin as. keluar kota sambil memikul
sejumlah uang dan makanan untuk dibagikan kepada seratus kepala keluarga fakir,
sementara mereka tidak mengetahui identitas beliau.
Ketika Imam
as. meninggal syahid, mereka benar-benar
merasakan kehilangan seorang lelaki. Barulah mereka sadar, ternyata
orang yang selama ini membagi-bagikan uang dan makanan kepada itu adalah Ali Zainal Abidin as.
Di Karbala
Imam Ali
Zainal Abidin as. ikut bersama ayahnya Imam Husein as. dalam perjalanannya dari
Madinah ke Mekkah dan dari Mekkah ke Karbala, hingga terjadi tragedi
pembantaian yang memilukan itu di sana.
Ketika itu,
beliau sedang sakit keras. Setelah menyaksikan
ayahnya tinggal sendirian, Dia memaksakan dirinya bangkit dari
pembaringannya untuk terjun ke dalam peperangan, akan tetapi Imam Husein
berkata kepada saudarinya Zainab: “Tahanlah dia agar keturunan keluarga
Rasulullah saw. tidak terputus".
Sesungguhnya
sakit yang menimpa Imam as. pada hari-hari itu adalah kemurahan Allah swt., agar keturunan
Rasulullah tetap berlanjut, dan kejahatan serta kebiadaban Yazid tersingkap.
Menjadi Tawanan
Segera
setelah Imam Husein as. syahid, tentara Ibnu Ziyad menyerang kemah-kemah dan
hendak membunuh Imam Ali Zainal Abidin as. yang ketika itu berumur 23 tahun,
akan tetapi sang bibi Zainab berdiri menghadang mereka dengan penuh keberanian
dan berkata, “Jika kalian hendak membunuhnya,
maka bunuhlah aku terlebih dahulu". Akhirnya, mereka mengurungkan
niat jahat itu, dan merantai tangan Imam serta menggiringnya ke Kufah bersama
dengan tawanan lain.
Tatkala
mereka beristirahat, Zainab dan Imam as. serta para tawanan lainnya dengan
penuh keberanian membukakan kekejaman Yazid, Ubaidillah Ibnu Ziyad, dan penghianatan warga Kufah yang hina.
Ketika
rombongan tawanan itu tiba di Kufah, masyarakat berkerumun di sekitar mereka.
Dalam rangka menunjukkan penentangan, Imam Ali Zainal Abidin as. memilih diam
sambil menperlihatkan kondisi dirinya yang dirantai, sedangkan darah mengalir
dari sikunya.
Di tengah
mereka beliau berpidato, “Ayyuhannas, Barangsiapa mengenal aku, maka dia
telah mengenal aku, dan barangsiapa yang tidak mengenalku, maka ketahuilah
aku adalah Ali bin Husein bin Abi
Thalib.
"Aku
adalah anak yang diinjak kehormatannya, dirampas haknya, dirampok hartanya, dan
ditawan keluarganya. Aku adalah anak yang ayahnya disembelih di Sungai Furat.
Aku adalah anak yang ayahnya dibunuh dalam keadaan sabar, dan cukuplah itu
sebagai kebanggaan.
"Ayyuhannas,
bersumpahlah demi Allah! Masihkah kalian ingat bagaimana kalian telah
melayangkan surat dan undangan kepada ayahku lantas kalian sendiri
mengkhianatinya. Kalian telah memberikan janji untuk berbaiat lalu kalian
membunuhnya.
"Sungguh, celakalah kalian karena perbuatan kalian
sendiri! Bagaimana kalian akan berhadapan dengan datukku Rasulullah kelak?
Tatkala dia berbicara, 'Kalian bunuh keluargaku, kalian hancurkan kehormatanku,
sungguh kalian tidak termasuk umatku".
Di Istana
Ubaidillah
Ubaidillah
Ibnu Ziyad memerintahkan agar para tawanan diseret menghadapnya. Ia ingin
sekali melihat garis-garis kehinaan di raut wajah mereka. Tiba-tiba ia
terperanjat. Pandangannya tertusuk tatapan-tatapan mereka yang semua malah
menghinakan dirinya, padahal mereka
dikelilingi oleh para algojo istana.
Ibnu Ziyad
menoleh ke Imam Ali Zainal Abidin as. dan berkata, “Siapa namamu?”
Imam
menjawab, "Aku Ali bin Husein".
Ibnu Ziyad
berkata lagi dengan bengis: "Bukankah Allah telah membinasakan Ali?”
Imam
menjawab dengan tegas, “Aku pernah punya kakak bernama Ali yang telah dibunuh
oleh segerombol manusia".
Ibnu Ziyad
dengan jengkel menukas, "Allahlah yang telah membunuhnya!"
Imam tanpa
rasa gentar membalas, "Allah mematikan jiwa ketika tiba ajalnya, karena
setiap jiwa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah".
Ibnu Ziyad
semakin berang, lalu memerintahkan untuk membunuh Imam as. Pada saat itulah
sang bibi Zainab bangkit dan berkata lantang, "Hai Ibnu Ziyad! Apakah kau
belum puas menumpahkan darah kami, apakah kau tidak membiarkan salah seorang
hidup dari kami? Jika kau hendak membunuhnya, maka biarkanlah aku
menyertainya".
Ibnu Ziyad
semakin gentar tatkala Imam Ali Zaibal Abidin mengatakan: "Tidakkah kau
tahu bahwa perang adalah kebiasaan kami, dan mati syahid adalah kemuliaan kami
dari Allah".
Akhirnya,
Ibnu Ziyad mengurungkan niatnya dan mengirimkan para tawanan itu ke Syam.
Di Syam (Syiria)
Rombongan tawanan
itu tiba di negeri Syam diiringi dengan tangisan pilu menyayat hati, sementara
Imam Ali Zaibal Abidin as. masih dirantai besi.
Yazid bin
Muawiyah memerintahkan untuk menghiasai
kota Damaskus sebagai tanda syukur dan puas atas terbunuhnya Imam Husein as.
Ia telah menipu warga kota dengan
menyebarkan berita bohong dan citra buruk tentang anak keturunan Ali bin Abi
Thalib as.
Sesampainya
rombongan tawanan di Damaskus, seorang lelaki tua mendatangi Imam Ali Zainal
Abidin as. dan berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah membinasakanmu
dan memenangkan pemimpin kami".
Imam as. sadar bahwa sesungguhnya lelaki tua itu
tidak tahu kenyataan yang sebenarnya. Kepadanya beliau bertanya lembut,
"Wahai bapak tua! Apakah engkau
membaca Al-Qur'an?"
Lelaki tua
itu menjawab, "Iya".
Imam
bertanya lagi, "Apakah engkau membaca firman Allah, 'Katakanlah
(Muhammad), Aku tidak meminta balasan dari kalian kecuali kecintaan (mawaddah)
kalian kepada keluargaku'. Dan
firman Allah, 'penuhilah hak keluarga (Rasul), serta firman Allah, "Dan
ketahuilah, sesungguhnya pada rampasan perang kalian terdapat seperlima hak
Allah swt, rasul-Nya dan keluarganya".
"Iya",
jawab lelaki tua itu, "saya telah
membaca ayat-ayat itu".
Lalu Imam
as. berkata, "Demi Allah, kamilah
keluarga Nabi yang disebutkan dalam ayat-ayat tersebut".
Imam
melanjutkan pertanyaannya, "Apakah
engkau membaca firman Allah,
"Sesungguhnya Allah ingin menghilangkan kekotoran (rijz) dari kalian hai Ahlul Bait, dan
mensucikan kalian sesuci-sucinya ".
Lelaki tua
itu menjawab, "Iya".
Imam
berkata, "Kamilah Ahlul Bait, wahai bapak tua".
Dengan
penuh keheranan, lelaki tua bertanya, "Demi Allah, benarkah kalian Ahlul
Bait?
Imam
menjawab, "Ya, demi kebenaran datuk kami, Rasulullah, kamilah yang
dimaksudkan dalam ayat itu".
Lelaki tua
itu akhirnya menerima perkataan Imam. Ia berkata, "Aku berlepas diri
kepada Allah dari orang-orang yang telah memerangi kalian".
Ketika
berita itu sampai ke telinga Yazid, segera ia memerintahkan algojonya untuk
memenggal leher lelaki tua itu.
Di Hadapan Yazid
Yazid
memerintahkan agar para tawanan dihadapkan kepadanya dalam keadaan terikat.
Sungguh keadaan mereka amat memilukan.
Imam Ali
Zaibal Abidin as. berkata, "Apa yang akan kau katakan hai Yazid kepada
Rasulullah sementara keturunannya dalam keadaan seperti ini?!"
Mendengar
itu, orang yang hadir dalam ruangan menangis, mereka tak kuasa lagi menahan air
mata.
Atas
perintah Yazid, salah seorang orator naik
mimbar dan mulai mencaci maki dua cucunda Nabi; Hasan dan Husein, dan sebaliknya memuji-muji Muawiyah dan
Yazid. Imam as. memandangnya dan berkata dengan nada keras, "Celakalah
kamu hai orang yang berbicara, kau telah mencari kesenangan makhluk dengan
kemurkaan Allah, maka kau telah memilih tempatmu di neraka".
Kemudian
Imam as. berpaling ke arah Yazid dan
berkata, "Apakah engkau mengizinkan aku naik ke mimbar ini, akan kukatakan
kalimat yang mengandung keridhaan Allah dan menebarkan pahala kepada hadirin di
sini?"
Yazid
menolaknya dan bergumam, "Jikalau dia naik mimbar, dia tidak akan turun
kecuali setelah membeberkan kekejamanku serta kejahatan keluarga Abu
Sufyan".
Setelah
didesak oleh hadirin, akhirnya Yazid mengizinkan Imam untuk berpidato.
Lalu Imam
Ali Zainal Abidin as. naik mimbar. Setelah memanjatkan puji syukur ke hadirat
Allah swt, beliau berkata, "Ayyuhannas,
kami telah diberi enam perkara dan diunggulkan dengan tujuh perkara;
kami diberi ilmu pengetahuan, kesantunan, kedermawanan, kefasihan bicara,
keberanian, dan kecintaan di hati-hati kaum
mukmin.
"Kami
telah diunggulkan karena di antara kami terdapat Nabi yang termulia, Ali
As-siddiq yang tepercaya, Ja'far At-Thayyar yang terbang, pada kamilah Singa
Allah dan Singa Rasul-Nya, pada kamilah penghulu segenap kaum wanita, dan pada
kami pulalah dua cucu mulia umat ini.
"Ayyuhannas,
barangsiapa mengenalku maka sungguh dia telah mengenalku, dan barangsiapa tidak
mengenalku akan kuperkenalkan asal-usul keturunanku.
"Aku
adalah anak laki-laki dari Makkah dan Mina (Nabi Ibrahim as.), aku adalah anak laki-laki air sumur Zamzam
dan Shafa (Nabi Ismail as.), aku adalah
anak laki-laki yang diisra-mi'rajkan dari Masjid Haram ke Masjid Aqsa, aku
adalah anak laki-laki yang ditemani Malaikat Jibril ke Sidratul Muntaha (Nabi Muhammad Saw), aku
anak laki-laki orang yang dekat dan didekatkan sehingga berada di antara dua
sisi atau lebih dekat lagi', aku adalah
anak laki-laki Muhammad Al-Mustafa, aku adalah anak laki-laki dari
Al-Murtadha".
Mulailah
Imam Ali Zainal Abidin as. menyebutkan silsilah keturunannya yang suci, sampai
menjelaskan tragedi pembantaian di Karbala secara rinci. Para hadirin terkejut
menyimak kenyataan yang sebenarnya terjadi sehingga ruangan itu bergemuruh dengan isak tangis mereka.
Yazid
khawatir akan terjadi perubahan yang
merugikan dirinya. Segera dia memberi isyarat kepada muadzin untuk
mengumandangkan azan guna memotong pembicaraan Imam as.
Muadzin
mengumandangkan, "Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah".
Imam lalu berkata dengan khusyuk, "Aku
bersaksi dengan darah dan dagingku".
Ketika muadzin
mengumandangkan, "Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan
Allah".
Imam as.
menoleh ke Yazid dan berkata kepadanya, "Muhammad ini, apakah kakekku atau
kakekmu?" Jika kau katakan bahwa dia adalah kakekmu, maka engkau telah
berdusta, tetapi jika kau mengakuinya sebagai kakekku, lalu mengapa engkau
membunuh keturunannya?".
Ternyata,
dialog antara Imam Ali Zainal Abidin as. dan Yazid itu menciptakan perubahan
besar di tengah masyarakat, bahkan ada sebagian dari mereka yang meninggalkan
masjid sebagai cara penentangan mereka terhadap kekejaman pemerintahan Yazid.
Lagi-lagi
Yazid kuatir keadaan kota Syam akan bergejolak dan menentangnya. Secepat mungkin
ia memerintahkan agar para tawanan dikembalikan ke Madinah.
Kaum
muslimin menyesal atas sikap acuh mereka terhadap Imam Husein as. ketika mereka
melihat kezaliman dan kejahatan Yazid terus berlangsung.
Tak lama
kemudian, Yazid mengirimkan pasukan untuk menyerang Madinah Al-Munawwarah.
Selama tiga hari dia membolehkan setiap rajuritnya di sana melakukan
pembunuhan, penjarahan, dan perampasan kehormatan wanita selama tiga hari.
Belum puas
memperlakukan Madinah dan warganya, Yazid memerintahkan pasukan untuk mengepung
kota Mekkah dan menghancurkan Ka’bah dengan lemparan batu dan membakar bagian
dalamnya.
Sementara
pasukan menghujani Ka’bah dengan batu, Allah membalas perbuatan biadab Yazid
hingga mati secara mengenaskan.
Kematian
Yazid membuat kedudukan khilafah beralih kepada anaknya yang bernama Muawiyah.
Namun, Muawiyah sendiri menolak kedudukan itu, sebab ia menyadari betapa
kezaliman yang telah dilakukan ayah dan kakeknya. Ia tahu benar ahwa mereka
berdua telah merampas hak kekhilafahan dari pemiliknya yang sah.
Dalam
keadaan demikian, Marwan bin Hakam mengangkat dirinya sendiri sebagai khalifah,
lalu warga Syam membaiatnya.
Sementara
di Hijaz, Abdullah bin Zubair memproklamirkan
kekhalifahannya. Di sana ia senantiasa menjaga Ka’bah.
Pada tahun
73 H, anak Marwan yang bernama Abdul Malik bersama pasukan besarnya bergerak
menuju Makkah dan mengepungnya. Seperti yang sudah dilakukan oleh Yazid, ia pun
menghancurkan Ka’bah dengan lemparan batu dan berhasil membunuh Abdullah bin
Zubair.
Dalam usaha
melanggengkan pemerintahan, tak segan-segan Abdul Malik menggunakan ancaman dan
tekanan terhadap siapa saja yang menentangnya.
Ia
mengangkat seorang lelaki, yang paling banyak menumpahkan darah, sebagai
gubernurnya di Basrah dan Kufah, yaitu
Hajjaj bin Yusuf As-Tsaqofi. Gubernur ini banyak membuat ladang penjagalan
untuk nyawa-nyawa yang tak berdosa, serta mengisi penjara-penjara dengan kaum
laki-laki dan bahkan perempuan.
Secara
khusus, Abdul Malik melakukan pengawasan ketat terhadap Imam Ali Zainal Abidin
as. Mata-mata selalu mengintai setiap gerak-gerik beliau.
Sampai
akhirnya, dia memerintahkan untuk
menangkap Imam as, dan mengirimkan beliau ke pusat kekuasaannya di Syam. Selang beberapa waktu, Abdul Malik
membebaskan beliau.
Imam Ali Zainal
Abidin as. dan Hisyam
Abdul Malik
meninggal setelah menyerahkan tahta kekhalifahannya kepada Hisyam. Pada suatu
hari, Hisyam menunaikan ibadah haji dan tawaf di sekitar Ka’bah. Di sana dia
bermaksud untuk mencium Hajar Aswad, namun tidak berhasil karena banyaknya para
jemaah haji yang bersesakan.
Kemudian,
Hisyam duduk beristirahat sambil
menunggu kesempatan, sementara warga Syam berkerumun di sekitarnya.
Tiba-tiba datanglah Imam Ali Zainal Abidin as.
menebarkan bau harum semerbak, lalu tawaf di sekeliling Ka'bah.
Tatkala
Imam as. sampai di hadapan Hajar Aswad,
orang-orang berhenti dengan penuh hormat dan membukakan jalan untuk
beliau, sehingga beliau dapat dengan mudah mencium batu hitam itu. Selekas itu, orang-orang kembali melanjutkan
tawaf mereka.
Warga Syam
yang tidak mengenal Imam as, ketika
menyaksikan peristiwa tersebut, mereka bertanya-tanya kepada Hisyam tentang
siapa gerangan laki-laki tersebut. Dengan berlagak bodoh bercampur rasa kesal,
ia menjawab, "Aku tidak
mengenalnya".
Farazdaq,
penyair yang berada di tengah mereka, tak lagi kuasa menahan rasa hormatnya.
Spontan ia melantunkan bait-bait syair yang begitu indah, sebagai jawaban atas
ketidaktahuan orang-orang Syam tersebut.
Dialah lelaki yang
dikenal Makkah tapak kakinya
Dikenal Ka'bah, di
dalam dan dan di luar tanah Haram
Dialah putra
sebaik-baiknya hamba di antara semua hamba Allah
Dialah manusia
yang bertakwa, tersuci, dan terkemuka
Dialah putra
Fatimah jika kau tak lagi kenal
Kakeknya adalah penutup segenap nabi
Allah.
Imam Ali
Zainal Abidin as. mengirimkan hadiah kepada Farazdaq sebagai penghargaan atas
sikap yang ditunjukkannya dalam bait-bait itu. Ia pun menerima hadiah tersebut
dengan berharap mendapatkan berkah darinya.
Shahifah
Sajjadiyyah
Sekilas,
Shahifah Sajjadiyyah adalah sebuah buku kecil kumpulan doa-doa. Tetapi justru
buku kecil itulah telah menjadi sumber pengetahuan dan yang mengajarkan akhlak
luhur dan budi pekerti kepada umat manusia. Di samping itu, buku itu mengandung pembahasan Filsafat, Sains, dan
persoalan-persoalan Matematika, bahkan juga masalah-masalah politik.
Berikut ini
adalah beberapa contoh dari doa-doa beliau yang tercatat di dalam Shahifah
Sajjadiyyah:
·
"Ilahi,
aku sungguh berlindung kepada-Mu dari kemalasan, kekecutan, kekikiran,
kekhilafan, kekerasan hati dan keterhinaan".
·
"Maha
Suci Engkau yang mendengar setiap nafas ikan di dasar laut, Maha Suci Engkau yang mengetahui peredaran
purnama dan mentari, Maha Suci Engkau yang mengetahui pergantian kegelapan
(malam) dan cahaya (siang), Maha Suci Engkau... sungguh aneh orang yang
mengenal-Mu, bagaimana mungkin mereka
tidak takut kepada-Mu".
Selain
doa-doa di dalam Shahifah Sajjadiyyah, Imam Ali Zainal Abidin as. juga
mempunyai doa khusus setiap hari, doa harian dalam seminggu, dan 15 munajat,
dengan irama kata dan kalimat yang indah nan syahdu. Semua itu menunjukkan budi
pekerti yang agung dan ketundukkan jiwa Imam as. di hadapan Allah swt.
Risalah Huquq
Imam Ali
Zainal Abidin as. mempunyai sebuah risalah yang terkenal dengan nama Risalah
Huquq (Risalah Hak dan Tanggung Jawab). Risalah itu mencakup 50 perkara berkenaan dengan tanggung jawab
manusia terhadap Tuhan, dirinya, tetangga, dan teman-teman.
Tentang
hak-hak seorang guru beliau mengatakan, "Di antara hak guru yang harus
kau penuhi yaitu memuliakannya, menghormati kelasnya, dan menyimak pelajarannya
dengan seksama... Janganlah engkau mengeraskan suaramu di hadapannya.
Sembunyikanlah segala kekurangannya dan perlihatkanlah segenap
kelebihannya".
Berkenaan
dengan hak-hak seorang ibu, Imam as. mengingatkan, "Adapun hak ibumu,
ketahuilah bahwa dia telah mengandungmu,
memberimu makan dari buah hatinya (air susunya), dia lebih senang melihatmu
kenyang sementara dia menahan lapar, dia memberimu pakaian sementara dia
telanjang, dia memberi minum sementara dia dahaga, menidurkanmu nyenyak di
haribaannya".
Tentang
hak-hak tetangga, Imam as. menuturkan, "Di antara hak-hak tetanggamu
yaitu menjaganya ketika ia tidak terlihat, dan memuliakannya ketika ia berada
di sisimu... Janganlah merasa iri, mengingatkan ketika tergelincir, serta
memaafkan kesalahannya".
Tentang
hak-hak kafir zimmi (orang kafir yang mengikat perjanjian dengan kaum
muslimin dan hidup di negara Islam),
Imam Ali Zainal Abidin as. menjelaskan, "Maka hukum bagi kaum kafir
ialah menerima dari mereka apa-apa yang
direstui Allah, dan cukuplah bagi mereka jaminan dan perjanjian yang telah
Allah tetapkan untuk mereka. Sesungguhnya Rasulullah telah bersabda,
'Barangsiapa yang menyalahi janji, aku akan menjadi musuhnya, maka takutlah
kepada Allah, jagalah mereka!".
Hari Kesyahidan
Pada 25
Muharram 95 H, Imam Ali Zainal Abidin as. meninggal dunia sebagai syahid, tak
lama setelah Hisyam bin Abdul Malik membubuhkan racun ke dalam makanan beliau.
Imam as. wafat pada usia 57 tahun dan dimakamkan di Baqi, di samping makam
pamannya Imam Hasan bin Ali as.
Mutiara Hadis Imam Ali Zainal Abidin as.
·
"Wahai
anakku! Waspadalah terhadap lima macam manusia, dan janganlah kau bersahabat
dan seperjalanan dengan mereka:
"Jauhilah
bersahabat dengan pendusta karena dia seperti fatamorgana mendekatkan orang
yang jauh dari engkau dan menjauhkan orang dekatmu.
"Jauhilah
bersahabat dengan orang fasik karena dia akan menjualmu dengan sesuap nasi atau
selainnya.
"Jauhilah
bersahabat dengan orang kikir karena dia akan membiarkanmu ketika engkau
membutuhkannya.
Jauhilah
bersahabat dengan orang dungu (tolol) karena dia hanya ingin memanfaatkanmu dan
mencelakakanmu.
"Dan jauhilah
bersahabat dengan orang yang suka memutuskan silaturahmi, karena aku
mendapatinya terlaknat di kitab Allah.
·
Dalam
pesannya kepada sang putra Imam Muhammad Al-Baqir as., Imam Ali Zainal Abidin
as. mengatakan, "Berbuat baiklah kepada setiap orang yang menuntut
kebaikan. Jika ia adalah orang yang berhak menerima kebaikanmu, maka engkau
telah melakukan hal yang semestinya, tapi jika ia tidak berhak menerima
kebaikanmu, maka engkau sungguh telah berhak mendapatkan kebaikan.
"Jika seseorang mencacimu dari sebelah kanan dan
beralih ke sebelah kiri, lalu meminta maafmu, maka terimalah
permintaannya".